Kamis, 23 Juni 2011

postheadericon Makalah Ilmu Budaya Dasar; wujud dan unsur budaya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan itu muncul sebab adanya aktifitas manusia sebagai makhluk sosial, oleh karenanya, manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya dan pencipta kebudayaan itu sendiri [1]. sebab hampir semua tindakan manusia adalah budaya atau kebudayaan.

Apalagi dengan didukungnya perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang ini yang semakin maju, dimana berbagai informasi dapat diakses dengan mudah oleh seluruh kalangan masyarakat, tidaklah menutup kemungkinan untuk masuk dan terciptanya kebudayaan baru dikalangan masyarakat, sebab manusia diciptaan oleh Allah dengan diberi kesempurnaan di bandingkan dengan yang lainnya, karena dilengkapi dengan akal budi [2]. Dan dengan akal budi itu manusia akan memproses segala data atau informasi yang sampai kepadanya.
Akal budi merupakan pemberian, sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Akal adalah kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki, yang berfungsi untuk berfikir dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Budi berarti juga akal. Budi berasal dari bahasa sanskerta “budh” yang berarti akal. Budi adalah bagian dari kata hati yang berupa panduan akal dan perasaan dan yang dapat membedakan baik buruknya sesuatu. Menurut sultan alisyahbana, Budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian objektif terhadap objek dan kajian.

Dengan akal budi tersebut, dan didukung dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu menciptakan kebudayaan dan menjalankan proses transformasi budaya. Kebudayaan yang sudah diciptakan itu akan selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemampuan manusia dalam mengembangkan daya atau potensi yang terpendam dalam akal budinya dengan perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan sebagai alatnya

Sudah barang tentu, semua kebudayaan yang tercipta lewat alat perantara ini, akan menimbulkan dua nilai yang bertolak belakang, apalagi munculnya kebudayaan itu sendiri dipengaruhi kuat oleh “akal dan budi”, namun sisi negatiflah yang perlu aanya perhatian lebih khusus dari semua kalangan masyarakat.


1.2 Rumusan Masalah

1. apakah wujud dan unsur kebudayaan itu?
2. bagaimanakah proses transformasi kebudayaan itu berlangsung, jika dikaitkan dengan perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang ini?
3. Bagaimanakah hubungan kebudayaan terhadap “free sex” kaum remaja terkait perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang ini?


BAB II
KONSEPSI TEORI
2.1 Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata “budaya”, Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sanskerta, yaitu “budhaya” yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddi” yang berarti budi atau akal, yang dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Menurut P.J. Zoetmulder dalam bukunya Cultuur budaya, budaya adalah bentuk jamak dari kata ”budi dan daya”, yang berarti daya dari budi [3] . Oleh karena itu, mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan itu adalah segala hasil dari cipta, karsa dan rasa itu sendiri [4]. Namun, dalam bidang antropologi antara kebudayaan dengan budaya tidak diadakan perbedaan arti, hanya saja dipakai untuk singkatan saja. ‘Budi’ merupakan unsur rohani, sedangkan ‘daya’ merupakan unsur jasmani. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa “kebudayaan merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya” [5] . Budaya dapat juga di artikan sebagai totalitas aktifitas manusia yang disepakati bersama-sama dalam masyarakat tertentu yang tidak terlepas dari nilai.

Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa belanda diistilahkan dengan cultuur, dalam bahasa latin, berasal dari kata colera, yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian , kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam mengelola sumber-sumber kehidupan manusia, dalam hal ini yang dimaksud adalah pertanian.
Mengenai definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli. ada 2 (dua) sarjana antropologi, yaitu A.L Krober dan C.Clukckhon yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang termaktub dalam banyak buku dan yang berasal dari banyak pengarang dan sarjana. Terbukti ada 160 definisi tentang kebudayaan yang kemudian dianalisis dan dicari intinya dan diklasifikasikan kedalam berbagai golongan, dan kemudian hasil penyelidikan itu diterbitkan kedalam suatu buku yang berjudul: Culture A Critical Review of Concept and Definitions, tahun 1952. Adapun ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan, diantaranya sebagai berikut:
a) Andreas Eppink menyatakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius dll, ditambah lagi dengan pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
b) Edward B. Taylor (Inggris) mengemukakan dalam buku Primitive Culturebahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
c) Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
d) R. Linton mengungkapkan bahwa kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
e) Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya tersebut [6].
f) A.L Krober dan Clyde Kluckhon. Kebudayaan adalah keseluruhan hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan, pemikiran dan perasaannya.
g) Prof. M.M. Djojodigoeno. Kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.

Cipta : hasil pengetahuan manusia dari pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil dari cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
Karsa : kemampuan manusia dalam menginsafi hal sangkan paran (bahasa jawa). Dari mana asal manusia sebelum lahir (=sangkan) dan kemana manusia setelah mati (=paran), hasilnya berupa norma- norma keagamaan, kepercayaan.
Rasa : kerinduan manusia akan keindahan , sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan bermacam-macam kesenian.

Sesuai dengan definisi Koentjaraningrat, bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia dari proses belajar pada lingkungan juga dari hasil pengamatan langsung, maka kebudayaan itu dapat diterima dengan 3 (tiga) bentuk, yaitu:
1. Melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan.
2. Melalui pengalaman hidup sebagai makhluk sosial.
3. Melalui komuniasi simbolis (benda, tubuh, gerak tubuh, dan peristiwa yang lain).

Walaupun kebudayaan itu berbeda, namun pada dasarnya memiliki hakikat yang sama, yaitu:
1. Terwujud dan tersalurkan lewat prilaku manusia.
2. Sudah ada sejak lahirnya generasi dan tetap ada setelah generasi pengganti mati.
3. Diperlukan manusia yang diwujudkan lewat tingkah laku.
4. Berisi aturan yang berisi kewajiban, tindakan yang diterima atau tidak, larangan dan pantangan.

Dari pemahaman pengertian kebudayaan diatas, dapat diketahui bahwa ruang lingkup konsepsi kebudayaan sangat berfariasi, dan setiap pembahasan arti yang diberikan akan sangat dipengaruhi oleh dasar pemikiran tentang azas-azas pembentukan masyarakat dan kebudayaan. Dan dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan secara garis besar, sebagai berikut :
1. Dari hasil-hasil budaya manusia itu dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
a) Kebudayaan jasmaniah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup.
b) Kebudayaan rohaniah (non material) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bisa dilihat dan diraba, seperti : religi, ilmu pengetahuan, bahasa, seni.
 2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara genertif (biologis) melainkan hanya mungkin dapat diperoleh dengan cara belajar atau pengenalan.
3. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat, akan sukar bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Demikian juga sebaliknya, tanpa kebudayaan manusia ataupun masyarakat tidak akan bisa mempertahankan kehidupannya.
4. Jadi, hampir semua kegiatan/ tindakan manusia adalah budaya atau kebudayaan.

2.2. Wujud Kebudayaan Dan Unsur-Unsurnya
A. Wujud Kebudayaan


Wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola. Dalam hal ini J.J. Honigmann dan Koentjaraningrat membagi budaya kedalam 3 (tiga) wujud, yaitu:
a) Gagasan (Ideas)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan dan sebagainya yang bersifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Karena hal ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran manusia.
b) Aktivitas atau tindakan (activities)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat yang berwujud sebagai sistem sosial yang terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Wujud dari kebudayaan ini bersifat konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan. Misalnya gotong royong dan kerja sama.
c) Artefak atau karya (artifact)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil karya dari semua aktifitas dan perbuatan masyarakat yang berupa benda-benda atau hal yang dapat diraba, dilihat dan bersifat paling konkret.

B. Unsur-Unsur Kebudayaan

Antropologi membagi tiap-tiap kebudayaan kedalam beberapa unsur besar, yang disebut culture universals. Artinya universal adalah ada dan bisa didapatkan didalam semua kebudayaan dari semua bangsa di dunia. Para sarjana antropologi memberikan pandangan tentang unsur kebudayaan dengan mengambil inti dari berbagai macam skema tentang cultural universe, yang kemudian kita dapat menganggap ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan sebagai cultural universals yang didapatkan pada semua bangsa di dunia [7], yaitu:
1) Bahasa (lisan maupun tertulis).
2) Sistem teknologi (peralatan dan perlengkapan hidup manusia).
3) Sistem mata pencaharian (mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi).
4) Organisasi sosial (sistem kemasyarakatan).
5) Sistem pengetahuan.
6) Kesenian (seni rupa, sastra, suara, dan sebagainya).
7) Religi.

Dari ke-7 unsur kebudayaan yang universal tersebut, masing–masing mempunyai 3 wujud kebudayaan, yaitu sisitem budaya, sisitem sosial, dan kebudayaan fisik.
1) Sistem Budaya
Sistem kebudayaan merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya (cultural system) merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Sistem budaya dapat diartikan pula adat-istiadat yang mencakup sistem nilai budaya dan sistem norma yang ada dalam masyarakat, termasuk norma agama.

Fungsi sistem budaya adalah menata dan mematangkan tindakan-tindakan serta tinglah laku manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan melalui pembudayaan atau pelembagaan (institutionalization). Dalam proses pelembagaan ini, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma dan peraturan yang hidup dalam kebudayaan. Proses ini dimulai sejak kecil, dimulai dari lingkungan keluarganya, kemudian lingkungan diluar rumah, mula-mula dengan meniru berbagai macam tindakan. Setelah perasaan dan nilai budaya yang memberikan motivasi akan tindakan meniru itu diinternalisasi dalam kepribadiannya, maka tindakannya itu menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.

2) Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan kompleks dari aktifitas serta berpola dari manusia dalam organisasi dan masyarakat. Teori sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiolog Amerika, Talloctt Parsons. Konsep sistem sosial ini digunakan untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok manusia dengan asumsi bahwa kelompok manusia merupakan sistem. Dalam suatu sistem sosial, parsons menyebutkan paling tidak ada 4 hal, yaitu:
a) 2 orang atau lebih.
b) Terjadi interaksi diantara mereka.
c) Bertujuan.
d) Memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.

3) Sistem nilai Budaya
Beberapa pendapat tentang nilai, yaitu:
1. Peper (1959:7)
Nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang buruk.
2. Perry (1954)
Nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subyek.
3. Kluckhon (1951:399)
Definisi nilai dalam konsep literatur ilmu sosial adalah hasil pengaruh seleksi perilaku.
Dari berbagai pendapat tentang nilai ini, dapat di simpulkan definisi nilai (tentative) adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subyek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Batasan ini bersifat universal, namun dalam pembahasan tertentu dapat mengacu pada salah satu batasan sebelumnya, sebagai contoh seperti yang diungkapkan Alfin L Bertrand (1967) bahwa nilai sosial adalah suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu obyek gagasan.
Nilai-nilai yang ada pada kebudayaan adalah :
1) Nilai etika (nilai tentang norma, moral, akhlak, kesusilaan).
2) Nilai estetika (nilai tentang keindahan, seni).
3) Nilai artistika (netral atau tidak fanatik terhadap nilai apapun).
4) Nilai religi (nilai tentang keagamaan)

Ada 4 unsur dasar penyusunan nilai (unsur konstruktif yang membuat sesuatu itu bernilai), yaitu:
• 2 unsur berasal dari obyek:
a) Kegunaan/ manfaat (utility).
b) Keperluan/ kepentingannya (importance).
• 2 unsur berasal dari subyek:
a) Kebutuhan (need).
b) Penilaian, penafsiran, penghargaan (estimation).

Kemudia nilai itu diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Nilai intrinsik
Yaitu nilai atau harga yang dipandang vital, sangat penting dan menjadi komponen utama benda atau hal tersebut. Misalnya dinamo untuk mobil.
2) Nilai ekstrinsik
Yaitu nilai yang dipandang berguna, perlu untuk kelangsungan benda atau hal tersebut. Misalnya obat bagi orang sakit.

1.3 Transformasi Budaya

Masyarakat dan kebudayayan dimanapun selalu dalam keadaan berubah (mengalami proses transformasi), sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai perhubungan dengan masyarakat yang lain. Hal itu disebabkan karena adanya beberapa proses penerimaan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri, diantaranya:

1. Proses Sosialisasi
proses ini yang bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam rangka proses sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara untuk bergaul dengan tiap individu dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga dekatnya, dan ia telah menggembangkan pola-pola tindakan yang berbeda-beda dalam hal menghadapi mereka. Individu yang tidak dapat menyesuaikan keberadaan dirinya terhadap lingkungan sosial sekitarnya dan dalam kehidupannya dipenuhi konflik maka disebut individu deviants [8].

2. Proses Enkulturasi
proses ini dapat diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang artinya “Pembudayaan”. Dalam bahasa inggris yaitu “Insitutionalization”. Dalam proses itu seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Sejak kecil proses enkulturasi itu sudah dimulai dalam alam pikiran warga suatu masyarakat yang mula-mula dari temannya bermain. Sering kali ia belajar dengan meniru saja dengan Berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya ‘dibudayakan’.

3. Proses Inkulturasi
Inkulturasi dapat diartikan sebagai ajang latihan setiap pelaku kebudayaan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan kebudayaan yang terjadi cara pandang ini menekankan bahwa nilai adat-istiadat dan nilai sosial-budaya lama harus ditinggalkan apabila sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan zaman. Hal ini cenderung mengikis nilai-nilai lama dan menggantinya dengan yang nilai-nilai baru.

4. Akulturasi
Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contac mempunyai beberapa arti tetapi semua sepakat bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul dari bertemunya suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan asing dan berbaur didalamnya, dan unsur-unsur kebudayaan asing itu diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri. Proses ini merupakan wahana bertemunya 2 kebudayaan, dimana masing-masing dapat menerima nilai-nilai bawaannya tanpa ada unsur dari salah satu kebudayaan itu yang dihilangkan. Agar proses akulturasi dapat berhasil, proses akulturasi perlu memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a) Persenyawaan (affinity), penyerapan atau penjiwaan.
b) Keseragaman (homogeneity).
c) Seleksi.
Ciri terjadinya proses akulturasi yang utama adalah diterimanya unsur kebudayaan luar atau baru yang diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian atau unsur kebudayaan asal [9].

5. Evolusi
Proses–proses evolusi sosial budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh hanya akan menampakkan kepada peneliti perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang, Proses ini disebut directional processe.
Proses yang mengarah pada evolusi kebudayaan kita pandang seolah-olah jauh, dengan mengambil interval waktu yang panjang, misalnya beberapa ribu tahun, maka akan tampak perubahan-perubahan besar yang seolah-olah bersifat menentukan arah (directional). Pada masa sekarang gejala ini menjadi perhatian khusus dari sub ilmu antropologi, yaitu ilmu prehistori [10]

6. Difusi
Difusi adalah persebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi, yang dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi. Penyebaran suatu manusia, ilmu palaentropologi telah memperkirakan bahwa manusia terjadi di suatu daerah tertentu dimuka bumi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang di sertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari manusia dalam jangka waktu yang panjang sejak zaman purba. Ada hal-hal yang menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis, ada pula yang menyebabkan migrasi yang cepat dan mendadak. Migrasi yang lambat dan otomatis adalah sejalan dengan perkembangan dari manusia yang jumlahnya selalu banyak sejak masa munculnya manusia dimuka bumi ini hingga sekarang. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok manusia dimuka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan keseluruh penjuru dunia yang disebut dengan proses difusi (diffusion)
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari suatu tempat ketempat yang lain, tetapi oleh karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali. Ada beberapa cara terjadinya difusi, diantaranya adalah :
 Cara pertama adalah hubungan dimana bentuk dari kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah,cara ini disebut dengan hubungan simbolik.
 Cara kedua adalah bentuk hubungan yang disebabkan karena perdagangan yang terjadi dengan dibawanya hubungan simbolik dari unsur-unsur kebudayaan asing oleh para pedagang yang masuk kedalam kebudayaan penerima dengan tidak sengaja dan tanpa paksaan. Hubungan ini sering disebut dengan Penetration Pacifique (pemasukan secara damai).

7. Asimilasi
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Pada hakikatnya suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok.
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:
a) terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
b) terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
c) Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.

8. Penemuan (discovery)
Discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, ide baru yang diciptakan oleh seorang individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.

9. Inovasi (invention)
Invention akan berlangsung apabila masyarakat sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan baru (Discovery). Inovasi adalah suatu proses pembauran dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi yang dibuatnya produk yang baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembauran kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu sangat erat dengan penemuan baru dalam teknologi.
Dalam sebuah penemuan baru pertanyaan yang penting adalah: faktor apakah yang menjadi pendorong bagi individu dalam masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru. Para sosiolog mengatakan bahwa faktor pendorong itu adalah kesadaran para individu akan kekurangannya atas kebudayaan. Butuh keahlian dalam suatu kebudayaan, sebagai sistem perangsang bagi aktifitas pencipta dalam masyarakat.

2.4 Hubungan Manusia Dengan Kebudayaan

Dalam sejarah perkembangan kebudayaan umat manusia, jauh sebelum diterbitkannya buku The Origin of Species oleh Charles Darwin, telah terdapat 3 (tiga) pandangan dasar dikalangan orang eropa terkait hubungan manusia dengan kebudayaannya [11], yaitu:
 Pandangan dasar pertama, terdapat pendapat bahwa manusia diciptakan beraneka macam (polygenesis) dan menganggap orang berkulit putih di Eropa merupakan manusia yang paling baik dan yang paling kuat, sehingga kebudayaan yang mereka miliki pun dianggap yang paling sempurna dan yang paling tinggi diantara yang lain.
 Pandangan dasar kedua, adalah adanya keyakinan bahwa manusia memang diciptakan hanya sekali saja (monogenesis) yaitu dari satu makhluk induk (nabi adam) dan semua manusia merupakan keturunan nabi adam, dan segala kebudayaan dari yang tinggi sampai yang rendah merupakan akibat proses kemunduran yang disebabkan oleh dosa abadi yang pernah dilakukan nabi adam.
 Pandangan dasar ketiga berpendapat bahwa sebenarnya manusia dan kebudayaan nya tidak pernah mengalami proses degenerasi (penurunan). Akan tetapi, perbedaan kebudayaan yang terjadi pada masa kini lebih disebabkan oleh tingkat kemajuan yang berbeda diantara manusianya.

Setelah itu, di Eropa terjadi kebangkitan studi kesusasteraan dan ilmu pengetahuan yunani dan rumawi klasik pada abad ke XVI, yang dikenal dengan renaissance. Pada abad XVIII di Eropa mengalami zaman aufklaarung atau “pencerahan” dengan diadakannya pengkajian diberbagai bidang, termasuk upaya untuk meneliti tentang hubungan keanekaragaman manusia dengan kebudayaannya dengan August Comte dan Herbert Spencer sebagai tokoh yang mewarnai pada zaman aufklaarung pada saat itu.

Agaknya, pola pikir cendikiawan pada masa aufklaarung yang memandang bahwa hubungan masyarakat manusia dengan kebudayaannya merupakan sebagai satu kesatuan yang mana bagian-bagian dan unsur-unsurnya saling terkait antara yang satu dengan yang lain sebagai suatu sistem yang bulat, sampai sekarang ini masih tetap relevan dalam bidang antropologi.

Selanjutnya, terdapat pemikiran yang lain yang mengatakan bahwa keanekaragaman masyarakat manusia dengan kebudayaannya itu, disamping disebabkan oleh akibat dari sejarah mereka masing-masing, juga karena pengaruh lingkungan alam dan struktur internnya. Oleh karena itu, suatu unsur atau adat dalam suatu kebudayaan tidak dapat dinilai dari pandangan kebudayaan lain, melainkan harus dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan itu sendiri (relativisme kebudayan).

Sejak pertama kalinya makhluk yang bercirikan manusia muncul di muka bumi, yaitu dengan ditemukannya fosil Pithecanthropus Erectus sekitar 1 juta tahun yang lalu sampai sekarang, telah terjadi berbagai perubahan kebudayaan, sementara itu proses evolusi organic manusia tak secepat perkembangan kebudayaannya. Dan seolah-olah perubahan kebudayaan berjalan begitu cepat dan meninggalkan proses evolusi organiknya. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu sifat kebudayaan adalah superorganik.

Selain disebabkan oleh mekanisme lain, seperti munculnya penemuan baru (invention), difusi, dan akulturasi, perubahan suatu lingkungan juga akan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan. Selama perjalana waktu yang lama, dengan akal yang dimilikinya, manusia akan semakin memiliki kemampuan untuk menyempurnakan kebudayaannya yang mereka miliki.setiap kali mereka berupaya menyempurnakan dirinya, maka akan menyebabkan perubahan kebudayannya. Suatu prubahan kebudayaan dapat berasal dari pendukungnya, dan dimungkinkan pula berasal dari luar lingkungan pendukung kebudayaan tersebut. Sementara itu, tidak menutup kemungknan hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama sebagai akibat dari ditemukannya unsur-unsur kebudayaan baru.

Dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia, terdapat pendapat bahwa ada 3 (tiga) jenis revolusi terpenting dalam sejarah perkembangan kebudayaan manusia. Perubahan dan perkembangan yang sedemikian pesat itu, lebih dikenal dengan revolusi kebudayaan pertama, dimana pada waktu itu manusia telah mengenal kebudayaan sisitem bercocok tanam sekitar 10.000 (sepuluh ribu) tahun yang lalu, di sekitar daerah pertemuan antara sungai Tigris dan Eufrat di lembah Mesopotamia. Yang sebelumnya hanya berburu dan meramu yang terjadi pada manusia Homo Sapiens sekitar 80.000 (delapan puluh ribu) tahun yang lalu.
Setelah itu barulah mengenal sistem bermukim, yang artinya sudah mulai bertempat tinggal menetap sekitar 60.000 (enam puluh ribu) tahun yang lalu di pulau Kreta Yunani. Dan ini dikenal dengan revolusi kebudayaan kedua. Dimana pada revolusi ini perkembangan kebudayaan manusia semakin pesat, dan akhirnya terjadi Revolusi di Inggris pada abad ke XVII yang oleh Gordon Childe dianggap sebagai revolusi kebudayaan ketiga. Setelah Revolusi Industri ini, manusia mulai mengenal teknik memproduksi barang secara masal, karena tenaga manusia mulai digantikan dengan tenaga mesin-mesin yang telah ditemukan. Sejak saat itulah, kebudayaan manusia semakin tumbuh dengan pesat seolah-olah melepaskan dirinya dari proses evolusi organik atau evolusi biologis manusia.

Tingkat kemajuan masyarakat manusia dapat dibagi kedalam 3 (tiga) periode evolusi. Yaitu periode berburu atau liar (savage), periode beternak atau barbar (barbarism), dan periode yang berkembang kearah peradaban (civilization).
Dibawah ini dijelaskan bagan tentang tingkatan perkembangan kebudayaan manusia yang dimulai sejak zaman liar hingga zaman modern seperti sekarang ini.
PERIODE TAHAPAN CRITERIA

I. Liar (Savagery)
A. Liar bawah, Sejak munculnya ras manusia hingga periode berikutnya
B. Liar madya,Sejak menguasai cara menangkap ikan dan
mampu membuat api pada kehidupan subsisten
C. Liar atas, Sejak ditemukannya panah dan busur

II. Barbar (Barbarism)
1. Barbar bawah, Sejak dikenalnya pembuatan barang tembikar
2. Barbar madya, Mulai beternak binatang dan mengenal pertanian dan Irigrasi

3. Barbar atas, Sejak kemahiran melebur bsi dan mempergunakan besi sebagai alat

III. Peradaban (Civilization) - Sejak ditemukannya aksara hingga sekarang

Manusia dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sementara itu, pendukung kebudayaan itu adalah manusia itu sendiri. Sekalipun manusia akan mati, namun kebudayaan yang telah tercipta itu tidak akan mati, karena akan diteruskan dan akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya.

Pewarisan kebudayaan tidak hanya secara vertikal saja (turun temurun kepada anak cucu mereka), namun bisa juga secara horizontal (manusia satu mempelajari kebudayaan manusia lainnya). Kebudayaan mengenal ruang, waktu dan tempat tumbuh kembangnya, dengan mengalami perubahan, penambahan dan pengurangan. Sehingga, oleh karena kebudayaan itu diluar masanya, maka kebudayaan itu dapat dipandang ketinggalan zaman (anarkronistik), dan diluar tempatnya, dipandang asing atau janggal.


BAB III
INTEGRASI TEORI
Pada kajian hubungan manusia dan kebudayaan ini diintegrasikan kedalam Al-Qur’an yang merupakan firman Allah sebagai sang pencipta yang menciptakan manusia sebagai khalifah-NYA di muka bumi ini. Allah maha kuasa dan maha pencipta yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk manusia yang Allah ciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk.
      
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.(At-Thiin 95: 4)

Dalam penciptaan ini, Allah menciptakan manusia dengan penuh kesempurnaan bila dibandingkan dengan penciptaan makhluk yang lainnya. Sebab, manusia diciptakan dengan dikaruniai akal dan budi. Dengan akal budi ini, manusia mampu memikirkan konsep-konsep maupun menyusun prinsip-prinsip umum yang diikhtiarkan dari berbagai pengamatan dan percobaan. Dan dengan akal budi inilah manusia mampu menjadikan keindahan penciptaan alam semesta seluruhnya.
         •  
“Dan dialah yang Telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. amat sedikitlah kamu bersyukur” (Al-Mu’minun 23:78)

Allah sendiri telah memberi dorongan kepada manusia untuk memikirkan alam semesta, mengadakan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, merenungkan keindahan ciptaan-NYA, dan mengungkap hukum-hukum-NYA di alam semesta. Seruan untuk mengadakan tinjauan, pemikiran, penelitian dan pembahasan ilmiah dapat ditemukan di berbagai tempat dalam Al-Qur’an :
            •   •     
“ Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Ankabut 29:20)
      
“ Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi… “ (Yunus 10:101)
              •          
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj 22:46)

Dengan seruan Allah itu, manusia sebagai khalifah di bumi, dengan akal budi dan ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh Allah dan dari sesama manusia, manusia dituntut untuk mampu menciptakan piranti kehidupan, yaitu kebutuhan rohani, (seperti : ilmu, seni, budaya, bahasa, sastra) dan kebutuhan jasmani atau fisik (seperti :sandang, pangan, perumahan, peralatan teknologi) dan kebutuhan sosial (seperti : sarana ibadah, sarana pendidikan, sarana pembangunan manusia, sarana umum dll). Dengan karunia Allah, lewat akal, budi serta cipta, rasa dan karsa, manusia mampu menghasilkan kebudayaan.


BAB IV
STUDI KASUS
Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi memang tidak bisa dibendung lagi. kemajuan zaman telah mengantarkan manusia pada kebudayaan dan peradaban yang lebih maju. Hal itu terbukti dengan mudahnya seseorang mengakses data dan informasi dari berbagai media, bahkan hampir diseluruh pelosok desa sudah menggunakan jasa layanan internet dengan kecepatan akses yang bervariasi. Penggunanyapun bervariasi, mulai dari pejabat, pegawai kantoran, pelajar dan masyarakat umum pun sudah mulai membudayakan pemakaian layanan internet sebagai bagian dari aktifitas hidup dan kebutuhan mereka.

Kemajuan teknologi informasi tersebut memang membawa manusia pada kebudayaan dan peradaban yang lebih maju dan lebih berkembang jika dibandingkan dengan kebudayaan atau peradaban primitif zaman dulu. Namun disisi lain dari semua itu muncul pula dampak negatif terhadap psikologi perkembangan anak dan remaja serta pergeseran nilai kebudayaan [12] pada masa sekarang ini. Hal ini terbukti dengan adanya fakta yang mengejutkan di daerah kota wisata Batu, Malang. Yang mana, Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Junrejo, kota Batu, malang mencatat kurang lebih 60 persen dari 328 pasangan nikah didesa tersebut sejak tahun 2010, hamil diluar nikah [13].

Hal itu disinyalir dari maraknya situs porno yang mudah diakses di internet yang memungkinkan membuat anak-anak dan remaja mengalami guncangan budaya sehingga menyebabkan mereka memiliki keinginan untuk coba-coba dalam hal sex bebas [14] dan pada akhirnya berdasarkan fakta sekarang ini, free sex telah umum dilakukan oleh kaum remaja dewasa ini, sehingga dapat dikatakan telah menjadi budaya baru di kalangan remaja Indonesia. Hal ini merupakan budaya prilaku yang menyimpang dari budaya asli bangsa Indonesia yang identik dengan budaya ke-timuran, yang pada dasarnya lebih mengedepankan nilai, norma kesusilaan dan kesopanan. Sekalipun hal ini merupakan prilaku menyimpang dari kebudayaan asal, namun karena hampir sudah menjadi kebiasaan, maka hal ini merupakan paradigma kebudayaan baru, lebih tepatnya dapat dikatakan dengan desintegrasi moral .

BAB V
ANALISA dan KESIMPULAN
5.1 Analisa

Dari studi kasus yang telah kita pelajari bersama diatas, maka dapat di analisa bahwa wujud dari semua kebudayaan itu hanya ada tiga, yaitu :
1. Ide atau gagasan
2. Aktifitas atau tindakan
3. Kebudayaan fisik (hasil karya)

Adapun unsur yang terdapat dalam kebudayaan ada 7 (tujuh) unsur yang bersifat universals, yaitu:
1) Bahasa
2) Sistem mata pencaharian
3) Sistem pengetahuan
4) Religi
5) Sistem teknologi
6) Organisasi sosial
7) Kesenian

Dan selain itu, unsur dalam suatu kebudayaan tidak terlepas dari unsur nilai. Dimana unsur nilai tersebut dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1) Nilai etika
2) Nilai estetika
3) Nilai artistika
4) Nilai religi

Kebudayaan itu akan selalu berubah sesuai kemampuan manusia dalam menggunakan budi dan daya mereka serta bagaimana mereka menanggapi kebudayaan yang datang dari luar. Dalam hal ini kebudayaan mengalami proses transformasi (perubahan). Proses transformasi tersebut berlangsung secara bertahap dan terjadi karena adanya beberapa proses transformasi untuk menuju ketahapan yang lebih komplek, proses tersebut diantaranya:

1) Proses sosialisasi 6) Proses Enkulturasi
2) Proses Inkulturasi 7) Akulturasi
3) Evolusi 8) Difusi
4) Asimilasi 9) Penemuan (discovery)
5) Inovasi (invention)

Adanya proses transformasi yang berlangsung pada diri remaja Indonesia yang mengakibatkan adanya penyimpangan kebudayaan yang pada akhirnya menyebabkan desintegrasi (penurunan) moral ini adalah karena adanya proses asimilasi terhadap nilai sosial budaya yang dibawa melalui dunia maya tersebut. Namun proses asimilisi tersebut menyimpang jauh dari tujuan yang sebenarnya, sehingga dapat dikatakan proses asimilasi yang bersifat negatif. Penyimpangan itu disebabkan karena tidak adanya filterisasi dan pembatasan terhadap penggunaan teknologi informasi yang berkembang begitu pesatnya di Era sekarang ini, terutama terhadap penggunanya. Sebagaimana free sex yang telah membudaya dikalangan remaja Indonesia sekarang ini, tidaklah terlepas dari pengaruh teknologi informasi yang tengah berkembang pesat saat ini. Sehingga, hubungan antara keduanya sangatlah berkaitan dan erat, selama tidak adanya kesadaran diri dan perhatian khusus dari pihak terkait yang menangani permasalahan tersebut.

Seperti apa yang telah diungkapkan oleh A.L Krober dan Clyde Kluckhon “Kebudayaan adalah keseluruhan hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan, pemikiran dan perasaannya”. Apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan, akan menimbulkan keinginan untuk mengungkapkan atau melakukan hal itu. Dengan tidak adanya filterisasi dan batasan kesadaran diri dari diri sendiri, orang tua dan pihak terkait mengenai tayangan porno di dunia maya, maka bagi remaja yang telah menyaksikan adegan yang tak bermoral tersebut, fakta membuktikan bahwa sebagian besar dari mereka akan timbul keinginan atau hawa nafsu untuk melakukannya.

Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Sayekti pribadiningtyas, Psikolog universitas wisnu wardana (surya post. Edisi rabu, 23 februari 2011. Hal 3) bahwa telah tampak pergeseran nilai pada kebudayaan di tubuh remaja Indonesia, yang mana pada biasanya free sex itu terjadi di kota-kota besar, namun hal ini telah menjamah ke daerah kota kecil, seperti di kota Batu, Malang.

Sehingga, hubungan antara kebudayaan free sex dengan perkembangan teknologi tersebut erat kaitannya, seperti yang terjadi pada abad XVIII di mana pada waktu itu di Eropa mengalami zaman aufklaarung atau “pencerahan” yang kemudian disusul dengan revolusi di Inggris pada abad ke XVII yang dianggap sebagai revolusi kebudayaan ketiga. Setelah Revolusi Industri ini, kebudayaan manusia semakin tumbuh dengan pesat sampai sekarang ini, seolah-olah perkembangan itu telah melepaskan dirinya dari proses evolusi organik atau evolusi biologis manusia.

5.2 Kesimpulan

Kehidupan manusia tidaklah terlepas dari budaya, adat istiadat, kebiasaan dan hubungan sosial budaya lainnya, hal itu dikarenakan hampir semua interaksi sosial manusia, seperti tingkah laku, kebiasaan, norma, dan lain sebagainya itu sangat erat kaitannya dengan budaya atau kebudayaan. Dan kebudayaan seperti itu tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.

Dan dalam kehidupan sosial budaya, manusia merupakan pelaku utama dalam terciptanya kebudayaan itu, dan kebudayaan itu akan selalu berubah menuju ke hal yang lebih komplek sesuai kemampuan manusia dalam menggunakan akal, budi dan daya yang diapresiasikan lewat cipta, karsa dan rasa yang ia miliki. Dan perubahan yang terjadi pada kebudayaan itu terbentuk lewat berbagai macam proses sosial budaya sebagai wujud dari hubungan manusia terhadap lingkungan sekitar dan kebudayaan yang telah ada.

Dan pada hakikatnya, semua yang tercipta pastilah mempunyai unsur pembentuk, demikian juga dengan kebudayaan, yang merupakan produk atau hasil cipta, rasa dan karsa manusia lewat pemikiran yang diinterpretasikan kedalam tingkah laku, kebiasaan dalam kehidupan sosial budaya.

Dan perkembangan ataupun perubahan terhadap kebudayaan itu sudah tentu dipengaruhi atau berkaitan arat dengan media pendukungnya, dan hal itu tidak dapat dipungkiri dan tidak dapat dibendung lagi, hanya kesadaran dari diri sendiri dan peran aktif orang tua yang bisa mencegah terjadinya penyimpangan dan desintegrasi moral generasi remaja, dan juga tidak kalah pentingnya perhatian pemerintah akan permasalahan yang tengah dihadapi bangsa tersebut agar identitas dan karakter nilai budaya bangsa dapat dipertahankan keutuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Herimanto dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bumi Aksara: JAKARTA

Soelaeman, M. Munandar.2000. ilmu budaya dasar. PT Refika Aditama: BANDUNG

Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia. Erlangga: JAKARTA

Zuhro, Ni’matuz dkk.2005. Proses dan Struktur Sosial. Aditya Media : YOGYAKARTA

Notowidagdo, H. Rohiman.2000. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. PT Raja Grafindo Persada: JAKARTA

M. Setiadi, Elly.2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar . Kencana Prenada Media Group.: JAKARTA

Poerwanto, Hari. 2006. Kebudayaan dan Lingkungan: dalam perspektif antropologi. Pustaka Pelajar: YOGYAKARTA

M.Setiadi, Elly dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar: edisi kedua. Kencana Prenada Media Group: JAKARTA

Muhammad, abdulkadir. 2004. Ilmu Sosial Budaya Dasar. PT. Citra Aditya Bakti: BANDUNG

Djoyodiguno, M.M. 1958.  Asas-asas sosiolog.

Koentjaraningrat. 1982.  Pengantar Antropologi. Aksara Baru; Jakarta.

Kontjaraningrat. 1985. Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan Nasional.


Endnote:
[1] Herimanto dkk.2008.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.bumi aksara:Jakarta timur. Hal. 21

[2] Ibid. Hal.18

[3] Koentjaraningrat, dalam pengantar antropologi (aksara baru; Jakarta. Cet.V, 1982), hal.80

[4] M.M Djoyodiguno, Asas-asas sosiolog, 1958, hal 54-57

[5] Koentjaraningrat. 1981. Hal.5

[6] Koentjaraningrat. 1984. Hal. 180-181

[7] Kontjaraningrat, Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan Nasional, 1985

[8] Deviants artinya “individu yang tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan system budaya dilingkungan social sekitarnya”.

[9] Kuntjaraningrat 1994:5

[10]prehistori adalah ilmu mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan manusia dalam jangka waktu yang panjang dan juga oleh sarjana ilmu sejarah yang mencoba merekontruksi kembali sejarah perkembangan seluruh unit manusia yang harus juga bekerja dengan jangka waktu yang panjang.

[11]Hari Poerwnto. 2006. Kebudayaan dan Lingkungan. Pustaka Pelajar:Jogjakarta

[12]Sayekti pribadiningtyas. Psikolog universitas wisnu wardana (surya post. Edisi rabu, 23 februari 2011. Hal 3)

[13]Ibid. Hal 3

[14]Ibid

*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber referensi. ketentuan hak cipta berlaku

0 komentar:

Popular Posts

Share