Minggu, 03 Juni 2012
Fiqh 1 Bab Cerai
19.01 | Diposting oleh
eko aw |
Edit Entri
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber referensi dan harap mencantumkan komentarnya. ketentuan hak cipta berlaku
CERAI
- PENGERTIAN CERAI ATAU TALAK
Talak diambil dari
kata itlak,
artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak
adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan
pernikahan.
Mengutip
pendapat yang dikemukan Abdurrahman al-jaziri bahwa makna talak
secara bahasa adalah melepaskan ikatan atau mengurangi pelepasan
ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sedangakan secara
istilah al-jaziri mengatakan :
ازالة
النّكاح رفع العقد بحيث لا تحلّ له الزّوجة
بعد ذلك.
Sedangakan Sayyid
Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan
ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu
sendiri. Dari definisi diatas jelaslah bahwa telak merupakan sebuah
lembagai yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.
Disamping itu lembaga talak dalam Islam juga menunjukan bahwa konsep
perkawinan dalam Islam bukanlah sebuah sakramen seperti yang terdapat
dalam agama Hindu dan Budha, yakni sebuah perkawinan tidak bisa
diputuskan. Talak dalam Islam merupakan alternatif terakhir sebagai
upaya solutif terhadap persolan rumah tangga sehingga keberadaannya
tidak lepas dari persoalan-persolan yang melatar belakanginya.
Seperti percekcokan yang terjadi terus menerus, adanya nusyuz baiak
yang dilakukan oleh isteri maupun suami Adapun beberapa unsur atau
rukun yang harus dipenuhi dalam talak sebagaimana dikemukan
Abdurrahman al Jaziri diantaranya, adanya suami dan isteri, adanya
sighat talak, dan adanya niat atau maksud untuk menceraikannya.
- Talaq dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Lahirnya regulasi
perkawinan dalam bentuk undang-undang dan KHI (Kompilasi
Hukum Islam)
tidak lain adalah untuk mengatur ketertiban, manjamin dan menjaga
hak-hak kedua belah pihak agar tidak dirampas. Oleh karena itu
perceraian bukanlah persolan Indvidual
Affair semata
akan tetapi sudah pula masuk dalam wilayah kewenangan Negara sebagai
pengaturnya. Dalam perspektif undang-undang sebagaimana dijelaskan
dalam UU No. Tahun 1974 pasal 38 dinyatakan :
Perkawinan dapat
putus karena 3 sebab, yaitu:
a. kematian
b. perceraian
c. atas keputusan
Pengadilan.
Redaksi pasal
tersebut sama dengan redaksi pasal yang ada di Kompilasi Hukum Islam
pasal 113. Apabila merujuk pada UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI, maka
perceraian hanya bisa dilakukan di muka pengadilan. Sebagaimana bunyi
pasal UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawianan pasal 39 dinyatakan :
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
- Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
- Tata cara perceraian di depan pengadilam diatur dalam peraturan perundangan sendiri.
Kemudian pada
pasal 115 KHI dinyatakan :
Perceraian hanya
dapat dilakukan didepan siding Pengadilan Agama setelah Pengadilan
Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak.
Dari dua redaksi
pasal tersebut diatas dapat diketahui adanya perbedaan antara UU No.1
Tahun 1974 dengan KHI. Dalam KHI dinyatakan bahwa putusnya perkawinan
yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau
berdasarkan gugatan perceraian. Kedua istilah tersebut tidak terdapat
dalam UU Perkawinan. Dalam UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan
Agama, ketentuan mengenai perceraian juga diatur dalam pasal 66 ayat
(1) :
Seseorang suami
yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan
permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan siding guna penyaksian
ikrar talak.
Selanjutnya
menyangkut saat mulai terjadinya perceraian karena talak dijelaskan
didalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 17 sebagai berikut :
Sesaat setelah
dilakukan siding pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang
dimaksud dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu
dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian terjadi untuk
diadakan pencatatan perceraian.
Pada pasal 18
dinyatakan :
Perceraian itu
dihitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan siding
Pengadilan. Dalam hal ini KHI nampaknya sama dalam memandang saat
awal perhitungan terjadinya talak seperti terdapat pada pasal 123 :
Perceraian itu
terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang
Pengadilan.
- Macam-Macam Talak
Ditinjau
dari segi wakttu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi
tigamacam sebagai berikut:
- Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.Perceraian dikatakan talak sunni bila memenuhi empat syarat:
- Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli.
- Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak.
- Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci.
- Suami tidak pernah dikumpuli istri selama dalam masa suci dalam manatalak itu dijatuhkan.
- Talak Bid’I, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengantuntunan sunnah. Yang termasuk talak Bid’I:
- Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haidh.
- Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah dikumpuli oleh suami.
- Talak Sunni Wal Bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak Sunni maupun talak Bid’I.
- Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli.
- Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haidh/telah lepashaidh.
- Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaittu:
- Talak Sahih, yaitu talak yang diucapkan dengan jelas sehingga ucapantersebut tidak dapat diartikan lain. Contoh: “aku talak engkau” atau “akuceraikan engkau”.
- Talak Inayah, yaitu ucapan talak yang tidak jelas atau melalui sindiran.Contoh: “pulanglah kamu”.Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
- Talak Raj’I, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pernahdikumpuli bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertamakali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
Firman Allah dalam
surat Al-Thalak ayat 1:
Hai Nabi, apabila
kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.
janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji
yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui
barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.
- Talak Ba’in, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, unttuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru lengkap dengan rukun dan syaratnya. Talak ba’in ada dua macam:
- Talak Ba’in Sughra, yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akadnikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
- Talak Ba’in Qubra, yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak initidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali kecuali bekas istrinyatelah menikah dengan orang lain.Ditinjau dari cara suami menyampaikan talak terhadap istrinnya, talak ada beberapa macam:
- Talak dengan ucapan.
- Talak dengan tulisan.
- Talak dengan isyarat.
- Talak dengan putusan.
Ditinjau dari masa
berlakunya talak dapat berlaku seketika, artinya tidak bergantung
pada waktu atau keadaan tertentu.Hukum Talak Berdasarkan
bentuk-bentuk peristiwa talak yang tersebut diatas, maka talak dapat
dibedakan ketetapan hukumnya yang dinamakan hukum talak:
- Talak wajib, yaitu wajib hukumnya melakukan talak kalau konflik antara suami istri terus menerus terjadi dan tidak dapat dipertemukan lagi baik oleh keluarga maupun oleh Pengadilan Agama.
- Talak haram, yaitu haram hukumnya bagi seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri tanpa sebab yang sah.
- Talak mubah, yaitu menceraikan istri tidak dianjurkan, tidak diwajibkan, atau tidak diharamkan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan akibat buruk bagi para pihak setelah terjadi perceraian itu.
- Talak sunnah, yaitu sunnah hukumya menceraikan istri kalau ia tidak mau merubah kebiasaan buruknya semasa belum kawin atau tidak mau menjaga harga diri sebagai seorang istri.
- Talak haram ringan, yaitu seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri dalam keadaan menstruasi yang sebelumnya tidak pernah digauli.
- Kewajiban Setelah Perceraian
Setelah proses
perceeraian selesai, tidak otomatis maka hak dan kewajibanantara
masing-massing mantan suami istri tersebut menjadi hilang. Ada
beberapa hak dan kewajiban yang masih harus dilakukan oleh keduanya
walaupun telah bercerai.Hal ini berdasarkan ketentuan yang tertulis
dalam Al-quran dan sunnah yang mana Al-Quran dan sunnah lebih banyak
menyebut keadaan istri (bagaimana para aktifis gender?).Diantara hak
dan kewajiban bagi mantan suami setelah bercerai adalah memberikan
nafkah sandang dan pangan bagi mantan istrinya selama dalam iddah.
Jadi bagi istri yang belum dicampuri tidak punya hak untuk memperoleh
nafkah tersebut karena ia juga tidak punya masa iddah. Hal ini hanya
berlaku bagi istri yang telah dicampuridan hanya menyesuaikan dengan
keadaan istri tersebut. Bila istri sedang hamil maka memberi nafkah
sampai ia melahirkan (sesuai dengan masa iddahnya), jika istri
tersebut sedang suci maka selama tiga kali suci –tiga kali masa
menstruasi- (sesuai dengan masa iddahnya).
- Implikasi dan Dampak Bagi Individu Dan Sosial Positif Dan Negatif
Perkawinan adalah
keadaan yang menyenangkan dimana dua insanmembangun mahligai rumah
tangga demi melanjutkan keturunannya. Kehidupanyang baru bagi orang
yang baru melakukan perkawinan tentunya akan menemui berbagai masalah
yang harus dihadapi dan diatasi bersama. Sifat atau karakter
masing-masing (suami atau istri) harus dapat disesuaikan demi
kelancaran perjalanan rumah tangga. Benturan dari berbagai masalah
yang tak kunjung habis tentunya tidak semua dapat diatasi bersama,
bahkan tak jarang suami ataupun istri memaksakan kehendaknya (egois)
sehingga timbullah masalah-masalah baru yang berujung pada
penyelesaian akhir yaitu cerai.Islam pada dasarnya membenci adanya
"cerai" karena itu berarti manusia tidak dapat berdamai dan
hidup rukun. Akan tetapi dalam kehidupan manusia selalusaja menemukan
masalah-masalah yang terkadang manusianya tidak dapat atau tidak
mampu memyelesaikan masalah tersebut. Islam memaknai cerai sebagai
jalan terbaik bagi kedua pasangan suami istri ketika memang tidak
ada jalan lain, jika terdapat jalan yang lebih atau dipandang lebih
layak dari cerai maka hendaklah cerai itudicegah. Hal ini dikemukakan
karena mengingat banyaknya kekhawatiran yangdirasakan oleh si pelaku
cerai dan keadan masyarakat disekitarnya.Kasus perceraian yang sering
kita dengar dari TV (dalam hal ini artis-artis), mendengar berita itu
saja kita sudah beranggapan "yang tidak-tidak", mengingat
status janda atau pun duda sangatlah rawan akan pembicaraan
orang-orang. Beban psikologis juga dirasakan pada anak-anak mereka
(apabila si pelaku cerai mempunyai anak) karena tidak menutup
kemungkinan ia akan kehilangan kasih sayang, diejek teman-temannya
dan itu akan lebih mungkin akan menjerumuskan diri si anak pada
hal-hal yang menyesatkan.
Kesimpulan
Prinsip dasar
pernikahan dalam Islam adalah menikahi wanita untuk menjadi istrinya
sepanjang hidup. Apabila pernikahan antara seorang laki-laki dan
perempuan telah berlangsung maka babak selanjutnya adalah peran kedua
belah pihak untuk menjawab berbagai tantangan dan problem rumah
tangga, karena rumah tangga tidak akan sepi dari masalah. Seorang
suami tidak dibolehkan menjadikan talak sebagai senjata pamungkas
untuk mengancam, menekan dan memprovokasi istrinya, sedikit-sedikit
bilang, “Awas kamu akan kuceraikan.” Ini selain manyakiti batin
istri juga akan menambah keretakan rumah tangga dan menjauhkan hati
suami dan istri. Namun hendaknya talak merupakan akhir dari pemecahan
suatu masalah setelah berbagai cara yang ditempuh menemui jalan buntu
dan diperkirakan jika terus dipertahankan maka keadaan rumah tangga
semakin memburuk
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, slamet,
aminudin, FIQIH
MUNAKAHAT,
pustaka setia. Bandung
Label:
Cerai
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya. makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai mana yang telah di sebutkan dalam ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
0 komentar:
Posting Komentar