Minggu, 03 Juni 2012

postheadericon Fiqh 1 Bab Shaf dalam Shalat Berjamaah

*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber referensi dan harap menuliskan komentarnya. ketentuan hak cipta berlaku

SHAF DALAM SHALAT BERJAMAAH


  1. Pengertian shaf
Shaf, adalah barisan kaum muslimin dalam sholat berjamaah. Salah satu kesempurnaan sholat berjama’ah adalah tergantung pada kesempurnaan shaf. Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat menganjurkan serta menjaga kerapian dan kesempurnaan shaf. Sedemikian pentingnya hal ini sehingga beliau tidak akan memulai sholat jama’ah jika shaf-shaf para shahabat Radhiyallahu ‘Anhu belum tersusun rapi terlebih dahulu.

Dalam sebuah hadis dari Bara’ bin Azib Ra., dia telah berkata: “Rasulullah biasa meneliti celah-celah shaf dari satu sisi ke sisi lainnya. Beliau mengusap dada-dada dan bahu-bahu kami seraya bersabda: “Janganlah kamu berselisih karena hal itu dapat menyebabkan hati kamu berselisih juga. Dan beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla dan para malaikat-Nya memberikan rahmat kepada shaf-shaf yang paling depan” (HR. Imam Abu Dawud).

Dari keterangan hadis di atas teranglah bagi kita bahwa merapikan shaf itu dengan merapatkan bahu, yakni menghilangkan celah-celah antara bahu dengan bahu, sehingga rapat satu dengan yang lainnya seumpama tembok yang kokoh.
Hari ini, ada segelintir umat Islam yang berfaham bahwa merapikan shaf adalah dengan merapatkan kaki-kaki, dan bukan bahu. Untuk itu, mereka mengangkangkan kaki-kaki mereka lebar-lebar agar mata kaki mereka merapat satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak pernah diajarkan nabi kepada kita. Tidak ada dikatakan di dalam hadis bahwa sebelum memulai sholat berjama’ah, nabi memeriksa shaf-shaf seraya mengusap-usap tumit dan mata kaki para shahabat. Tetapi yang ada di dalam hadis-hadis adalah nabi mengusap dan meratakan bahu serta dada para shahabat, bukan tumit dan bukan pula mata kaki!
Dalam kenyataannya, jika posisi kaki yang dilebarkan, kemudian dirapatkan antara sesama mata kaki, maka menjadi rengganglah bahu-bahu para jama’ah antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian menjadi berselisihlah para individu yang ada dalam shaf-shaf itu satu dengan lainnya. Hal ini justru sangat dilarang oleh nabi Muhammad junjungan kita itu.

Dalam satu hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf kamu dan sejajarkanlah bahu-bahu kamu, bersikap lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kamu, serta rapatkanlah celah-celah yang kosong, karena sesungguhnya syaitan menyusup di antara kamu seperti seekor anak kambing kecil” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Keterangan hadis di atas sangat nyata bagi kita bahwa menyempurnakan shaf adalah dengan meluruskan dan merapatkan bahu serta menutup celah-celah yang terbuka. Para ulama mengajarkan kepada kita agar shaf menjadi rapat dan sempurna, maka kaki tidak boleh dibuka lebar-lebar, karena dapat menyebabkan renggangnya bahu. Yang paling baik adalah dengan membuka kaki sekitar satu jengkal saja. Dengan demikian lebar kaki akan sejajar dengan lebar bahu, sehingga dengan demikian menjadi rapatlah kaki-kaki jama'ah sebagaimana rapatnya bahu-bahu mereka.

Imam ‘Aini dalam kitabnya Sarah Sunan Abu Dawud, Jilid III, halaman 217, menjelaskan sabda nabi: “Bersikap lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kamu”. Maksudnya adalah bila seseorang datang dan masuk ke dalam shaf sebaiknya masing-masing orang melembutkan dan melenturkan kedua bahunya sehingga orang yang baru masuk ke dalam shaf tersebut dapat dengan mudah dan nyaman mengikuti sholat berjama'ah.
Keterangan di atas membuktikan bahwa sholat berjama'ah itu dilakukan dengan lembut dan lentur tidak berdiri kokoh kaku dan tegap seperti robot besi. Perilaku sholat seperti ini buruk adanya. Dan, tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini sudah terlihat banyak juga orang yang sholat seperti robot itu, tegak, kaku, keras dengan kaki mengangkang lebar. Semoga Allah menunjuki mereka……. Amin…….!

Selanjutnya, ada banyak hadis nabi yang memerintahkan kita untuk merebut shaf pertama karena besarnya rahmat Allah yang tercurah pada shaf pertama dalam sholat berjama'ah. Di antaranya hadis dari Irbath bin Syariah Radhiyallahu ‘Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa berdoa memohonkan ampun untuk shaf pertama sebanyak tiga kali, dan untuk shaf kedua, beliau memohonkan ampun sebanyak satu kali saja(HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Thabrani).
Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf yang pertama dan shaf yang terburuk bagi laki-laki adalah yang terakhir, sedangkan bagi perempuan shaf yang terbaik adalah shaf yang terakhir, dan yang paling buruk bagi perempuan adalah shaf yang pertama.” (H.R. Muslim, Bab Meluruskan Shaf, nomor 985).
Dalam sholat berjamaah sangat penting untuk menjaga agar shaf tidak terputus. Dengan demikian jika ada celah yang merenggang ketika sholat berjama’ah sedang berlangsung, disunnahkan bagi kita untuk bergeser sedikit untuk merapatkan shaf yang merenggang itu. Bergeser merapatkan shaf adalah mengarah ke tengah tempat imam berdiri. Orang yang melakukan amalan untuk menutup celah yang muncul saat shalat berjama'ah akan diberi pahala dan diberi rahmat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan sabda nabi: “Barangsiapa mengisi celah dalam shaf sholat berjama'ah, maka diampuni Allah dosa-dosanya”. (HR. Al Bazar, Hasan Shohih, Majmu’ Azzawaid, Jilid II, Halaman 251).
Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menyambung shaf maka Allah akan menyambung hubungan kasih sayang kepadanya dan barangsiapa memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya” (HR. Abu Dawud)
\Di dalam hadis lain lagi dari Abdullah bin Umar dia berkata Rasulullah telah bersabda: “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang paling lembut bahunya dalam sholat berjamaah. Dan tidak ada langkah yang lebih besar pahalanya dari pada langkah yang diayunkan seorang lelaki menuju celah yang terdapat pada sebuah shaf, kemudian orang itu menutup celah tersebut” (HR. Al Bazar dan Thabrani, Hasan)
Hadis di atas menjelaskan betapa dalam sholat berjama'ah umat Islam diperintahkan oleh nabi untuk melembutkan bahunya, bukan sebaliknya malah mengeraskan bahu dan mengokohkan kaki lebar-lebar seperti robot besi yang kaku. Hadis di atas juga menjelaskan boleh melangkah sedikit untuk menutup celah yang muncul dalam shaf sholat berjamaah. Imam Syafi’i masih mengizinkan menggerakkan anggota tubuh yang besar asal jangan sampai tiga kali berturut-turut. Menggerakkan dengan sengaja anggota tubuh yang besar tiga kali berturut-turut dapat membatalkan sholat.
Adapun orang yang batal wudhu’ dan sholatnya karena berhadas kecil ketika sedang mengerjakan sholat berjamaah, disunatkan duduk pada tempat sholatnya dan tidak menerjang shaf-shaf kaum muslimin, yang sedang berjama’ah bersamanya. Orang itu tidak dihitung memutuskan shaf walau terhenti dari sholatnya dan duduk di tempat sholatnya itu, sementara jama’ah lain terus menyelesaikan sholat mereka. Alam hal ini, seolah-olah orang yang batal sholatnya itu dianggap sebagai tiang dalam masjid tersebut. Bagaimanapun seorang muslim yang berhadas kecil tidaklah najis keberadaannya.
Selanjutnya jika sholat berjama'ah telah selesai dilaksanakan, maka orang yang berhadas itu dapat segera berwudhu’ lagi, untuk kemudian mengulangi sholatnya yang batal tadi secara sendirian. Adapun pahala yang akan diterimanya tetap sebesar 27 derajat karena dia dianggap tetap dalam jamaah, walaupun pada kenyataannya dia terluput dari sholat jama'ahnya sebab hadas kecil yang menerpa dirinya itu. Hal ini telah pun ditegaskan oleh nabi dalam beberapa hadis yang shohih.

  1. Menyempurnakan shaf mencakup beberapa hal, diantaranya :
1.Menyempurnakan shaf yang paling depan terlebih dahulu kemudian shaf berikutnya dan seterusnya.
2.Meluruskan shaf yang tidak diperbolehkan bagi setiap makmum untuk lebih maju atau lebih mundur dibanding makmum lainnya.
3 Merapatkan shaf dengan merapatkan pundak dan mata kaki makmum dengan pundak dan mata kaki makmum lainnya.
4.Mendekatkan setiap barisan shaf dengan barisan shaf yang ada di depannya sejarak sujudnya seseorang dengan sempurna
Beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyebutkan perintah dan keutamaan menyempurnakan shaf. Di sisi lain, juga menyebutkan larangan dan ancaman terhadap orang yang mengabaikan shaf dalam shalat berjamaah. Demikian pula, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menerangkan tata cara (kaifiyat) shaf dalam shalat berjamaah. Sungguh, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.

  1. Perintah dan Keutamaan Menyempurnakan Shaf
1.Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya):
Luruskan shaf- shaf kalian karena meluruskan shaf itu termasuk dari menegakkan shalat.”
[H.R Al Bukhari].
2.Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya):“…dan tegakkanlah shaf dalam shalat kalian karena menegakkan shaf itu termasuk dari kebaikan shalat.” [H.R Al Bukhari dan Muslim].
Dua hadits tersebut menyebutkan tentang perintah sedangkan hukum asal perintah Allah atau Rasul-Nya adalah wajib. Wallahu a’lam
3.Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya):“Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat untuk orang- orang yang menyambung shaf dan barangsiapa menutup celah pada shaf (shalat) maka Allah akan angkat derajat orang tersebut.”  [H.R Ibnu Majah dan asy-Syaikh Al Albani menshahihkannya dengan beberapa riwayat pendukung lainnya di dalam ash-Shahihah 2532].
Makna shalawat dari Allah adalah pujian Allah terhadap hamba-Nya di hadapan para malaikat. Sedangkan shalawat dari malaikat adalah permohonan ampunan dan rahmat dari para malaikat kepada Allah untuk hamba tersebut.
4.Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya):“Barangsiapa menutup celah pada shaf (shalat) maka Allah akan membuatkan rumah baginya di surga dan Allah akan angkat derajatnya.” [Ash-Shahihah 1892].
5.Hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah Shallallahu ‘aalihi Wasallam bersabda (artinya): “…dan tidaklah ada sebuah langkah kaki yang lebih besar pahalanya daripada langkah kaki seseorang menuju celah pada shaf (shalat) lalu ia menutupnya.” [Ash-Shahihah 2533].
Subhanallah ! Keutamaan- keutamaan yang sangat agung dan tidak dapat dibandingkan dengan harta sebanyak apa pun yang kita miliki, untuk sebuah amal shalih yang sangat mudah kita lakukan. Semoga keimanan mendorong kita untuk melakukannya dengan ijin Allah.

  1. Larangan dan Ancaman Bila Tidak Menyempurnakan Shaf.
1.Hadits ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya): “Luruskanlah (shaf) kalian dan janganlah kalian saling menyimpang, niscaya kalbu kalian akan saling menyimpang pula..” [H.R Muslim].
Sungguh ! Penyimpangan di dalam bentuk tidak rapat atau tidak lurusnya shaf akan menimbulkan penyimpangan dalam kalbu orang yang melakukan penyimpangan tersebut.
2.Hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya): “Barangsiapa menyambung shaf maka Allah akan menyambung (kebaikan) nya dan barangsiapa memutuskan shaf maka Allah ‘Azza wa Jalla akan memutus (kebaikan) nya.” H.R An-Nasa’i. Lihat Abu Dawud dan dishahihkan asy-Syaikh Al Albani].
Ancaman yang disebutkan dua hadits di atas ini sangat jelas menunjukkan bahwa tidak menyempurnakan shaf dalam bentuk tidak merapatkan atau meluruskan shaf adalah perkara yang diharamkan, dapat mengurangi kesempurnaan shalat. Wallahul Musta’an !

  1. FaedahDari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mendatangi kota Madinah lalu ditanya:“Apa yang anda ingkari dari amalan kami sejak hari anda masih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ?” Maka Anas menjawab :”Tidaklah aku mengingkari sesuatu pun melainkan kalian sudah tidak menegakkan shaf- shaf (shalat).”
    [Al Bukhari]
Apabila pengingkaran itu telah terjadi di masa para tabi’in, tidak lama sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, lalu bagaimana jika Anas melihat secara langsung sebagian manusia yang tidak menyempurnakan shaf di masa sekarang ?!
Seorang Imam Dituntut Untuk Mengingatkan/ Meminta Para Makmum Agar Menyempurnakan Shaf
An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam meluruskan shaf- shaf kami, seakan- akan beliau meluruskan anak- anak panah, sampai beliau melihat kami telah mengerti maksud beliau. Lalu pada suatu hari, beliau keluar memimpin shalat dan berdiri bertakbir. Ternyata, beliau melihat seseorang yang dadanya lebih maju melebihi barisan shaf. Maka beliau menegur (artinya): “Wahai hamba-hamba Allah ! Demi Allah, hendaknya kalian benar- benar meluruskan shaf- shaf kalian atau (bila tidak) Allah akan memalingkan wajah- wajah kalian.” [H.R Muslim].
Demikianlah, suri tauladan kita memberikan contoh berupa kepedulian seorang imam terhadap shaf para makmumnya sebelum shalat dimulai.


  1. Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Membuat shaf Shalat
1.Hendaknya seseorang tidak membuat shaf baru kecuali setelah shaf yang ada di depannya telah sempurna dan tidak memungkinkan untuk ditempati.
Apabila shaf di depannya belum sempurna dan memungkinkan untuk ia tempati, namun ternyata ia membuat shaf baru dalam keadaan sendirian (tidak ada makmum lain bersama dirinya) lalu shalat sampai imam bangun dari ruku’, maka shalatnya tidak sah.
Dari Wabishah bin Ma’bad Al Asadi radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang pernah shalat di belakang shaf sendirian. Lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam meminta orang tersebut untuk mengulangi shalatnya.
[H.R At Tirmidzi yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani].
2.Apabila seseorang ingin bermakmum dengan seorang imam dalam keadaan tidak ada makmum selain dirinya, maka hendaknya dia berdiri sejajar di samping kanan imam, tidak lebih mundur walaupun sejengkal.
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata: “Aku pernah menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam di akhir malam, lalu aku shalat di belakang beliau. Ternyata beliau memegang tanganku ke belakang dan memposisikan aku di samping beliau…”[Ash Shahihah 606, 2590 dan ash-Shahihul Musnad 601].Di dalam riwayat lain: Abdullah bin Abbas,berkata:
”…lalu aku datang dan berdiri di samping kiri beliau.Ternyata beliau menarik aku ke belakang dan memposisikan aku di sebelah kanan beliau…” [H.R Muslim]
Namun cara seperti itu hanya berlaku bagi makmum pria. Adapun makmum wanita maka dirinya mutlak berdiri di belakang imam sekali pun sendirian.
3.Apabila makmum tunggal ini didatangi makmum kedua (pria , bukan wanita), maka kedua makmum ini mundur untuk berdiri di belakang imam.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,berkata: “…lalu aku datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.Ternyata beliau memegang tanganku ke belakang dan memposisikan aku di sebelah kanan beliau. Kemudian Jabbar bin Shakhr datang berwudhu lalu berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memegang tangan kami dan memposisikan kami di belakang beliau…” [H.R Muslim]
4.Tidak diperkenankan bagi makmum untuk membuat shaf memanjang diantara tiang- tiang masjid karena dapat menyebabkan shafnya terputus.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ”Kami dahulu menghindari ini (tiang- tiang masjid-pen) di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.” [Abu Dawud yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani dan asy-Syaikh Muqbil].
Al Imam Malik rahimahullah berkata: “Tidak mengapa membuat shaf- shaf memanjang diantara tiang- tiang masjid apabila masjid tersebut sempit.”

2 komentar:

Unknown mengatakan...

izin share admin eko. jazakallah.

Unknown mengatakan...

izin share admin eko. Jazakallah

Popular Posts

Share