Kamis, 19 April 2012
Browse » Home »
aliran-aliran teologi islam
» makalah teologi islam; kehendak mutlak tuhan
makalah teologi islam; kehendak mutlak tuhan
10.23 | Diposting oleh
eko aw |
Edit Entri
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber referensi. ketentuan hak cipta berlaku
-awal
dari nabi tidak ada permasalahan karena …..dsb
--pd
zaman sohbat, tabiin dst mulai diperdebatkan karena berbedanya
penangkapan/ pemahaman ttg masalah itu
---terjdi
perbdaan pendpt, pemahman, pmikran dibawah naungan suatu aliran yg
mmpunyai ideology masing2.
Bab
I
Pendahuluan
Islam
sebagimana yang kita ketahui adalah, ajaran yang di bawa oleh nabi
Muhammad saw yang telah membawa kebudayaan yang lebih beradab dan
mencerahkan bagi umat islam itu sendiri pada khususnya dan juga
kepada umat non-islam pada umumnya, yang awalnya dari kebudayaan
jahiliyyah yang penuh kemaksiyatan dan kebudayaan yang tidak beradab
Selama
perkembangan islam pada masa rosululloh, pada masa itu tidak adanya
perpecahan dalam islam, baik dari segi politik, pemerintahan maupun
akidah. Namun setelah wafatnya nabi, maka banyak sekali perpecahan
dalam tubuh islam itu sendiri, juga perubahan dalam segala aspek,
mulai dari pemerintahan, pemilihan pemimpin dalam islam hingga sampai
pada akidah islam yang pada masa rosulalloh tidak pernah
dipermasalahkan dan tidak diperdebatkan kedudukannya dalam ajaran
pokok islam. Namun pada sekarang ini banyak pemikiran-pemikiran
tentang akidah islam yang mengharuskan munculnya beberapa kelompok
atau aliran dalam dengan tokoh-tokoh yang merupakan panji –panji
islam yang terjerembab kedalam lubang perpecahan dan perdebatan dalam
islam.
Namun,
akibat dari kelemahan akal daya manusia yang kurang mampunya memahami
ajaran atau akidah islam yang telah diajarkan oleh rosululloh secara
utuh serta tingkat keimanan dan kefahaman seseorang yang berbeda,
mengakibatkan islam yang dulunya diibaratkan batang tubuh yang satu,
kini mulai berpecah belah, saling menghujat antara satu dengan yang
lain, saling membunuh demi memperebutkan kekuasaan, dan demi
membenarkan argument masing-masing dalam masalah akidah, pemikiran,
serta keyakinan akan suatu ajaran dalam peribadatan yang pada
akhirnya memunculkan aliran-aliran yang mempunyai faham yang berbeda
bahkan berseberangan dan merupakan awal dari munculnya ilmu teologi,
ilmu kalam, ilmu tauhid dan filsafat dalam islam yang membahas
tentang faham aliran-liran dalam islam, perdebatan dalam lingkup
akidah islam dan bahkan perdebatan tentang ketuhidan Allah beserta
sifat-sifatnya .
Bab
II
Kekuasaan
dan kehendak mutak tuhan
Sebagai
akibat dari perbedaan faham yang terdapat dalam aliran-aliran teologi
islam mengenai soal kekuatan akal, fungsi wahyu dan kebebasan serta
kekuasaan manusia atas kehendak dan perbuatannya, terdapat pula
perbedaan faham tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan.
Pangkal
persoalan kehendak mutlak dan keadilan tuhan adalah keberadaan tuhan
sebagai pencipta
alam semesta. Sebagai pencipta alam, tuhan haruslah mengatasi segala
yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah
eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas,
karena tidak ada eksistensi lain yang melampaui eksistensi-NYA.
Ada
aliran yang
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang besar dan manusia bebas
dan
berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, kekuasaan dan kehendak tuhan
pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya.
pendapat seperti itu, sebagaimana
yang telah
di doktrinkan oleh aliran yang menganut faham mu’tazilah,
dan ada juga aliran yang mempunyai atau menganut faham bahwa akal
mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan dan
tidak
pula
berkuasa atas kehendak dan perbuatannya,
kekuasaan dan kehendak tuhan tetap bersifat mutlak1,
seperti yang didoktrinkan oleh aliran yang menganut faham
asy’ariah.
Beberapa paham Kekuasaan dan kehendak mutak tuhan menurut beberapa
aliran dalam teologi islam, diantaranya:
- Aliran mu’tazilah (manusia bebas berbuat)
-kekuasaan
tuhan d batasi oleh: a) kebebasan yang diberikan pada manusia, b)
sifat keadilan tuhan itu sendiri, c)kewajiban2 tuhan terhadap manusia
(mksd nya jka @ melanggarnya maka @ dzalim, dan itu bukan sift @, dan
tidak mungkin seperi itu), d)natur/ hokum alam/ sunah @ bukan suatu
perubahan.
Efek
dari natur itu bukan merupakan perbuatan tuhan (hokum alam)perbuatan
tuhan hanya menciptakan.
Natur/
efek/ sunah @/ hokum alam itu ada pd stiap makhlk ciptaan @ akan ttpi
brjaln scra alami, bukn merupkn khendak tuhan. Tuhn hanya
menciptakan, ttpi tdk mengatur perjalann makhluknya (brjalan scara
alami)
Natur/
efek ini berjalan scara alam, namun ada jalurnya masing2 ssuai sift
dan tujuan bnda itu sendiri, jika d lakukn ssuai jalur mka akan
sampai pd tujuan, jika tdk ssuai jalur maka tidak akan sampai pd
tjuannya.
Aliram
mu’tazilah yang berprinsip keadilan tuhan, mengatakan bahwa tuhan
itu adil dan tidak mungkin berbuat dzalim dengan memaksakan kehendak
kepada hamba-NYA kemudian mengharuskan hamba-NYA itu menanggung semua
akibat dari perbuatannya2.
Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan
perbuatannya tanpa adanya paksaan sedikitpun dari tuhan. Dan dengan
kebebasan itulah manusia dapat mempertanggung jawabkan atas segala
perbuatannya. Tidak adil jika Allah memberikan pahala atau siksa
kepada hamba-NYA tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan
terlebih dahulu.
kaum
mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan tuhan sebenarnya tidak
bersifat mutlak lagi. Seperti yang terkandung dalam uraian nadir,
kekuasaan mutlak
tuhan telah
dibatasi
oleh kebebasan yang menurut paham mu’tazilah telah diberikan
kepada manusia dalam menentukan kemauan dan perbuatannya3.
Seterusnya, kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh sifat keadilan
tuhan. Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendaknya, tuhan telah
terikat oleh norma-norma keadilan yang kalau dilanggar, membuat tuhan
bersifat tidak adil bahkan berbuat dzalim. Sifat serupa ini tidak
dapat diberikan kepada tuhan4,
karena sifat tersebut adalah mustahil bagi Allah..
Selanjutnya, kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan dibatasi lagi oleh
kewajiban-kewajiban tuhan terhadap manusia yang menurut paham
mu’tazilah memang ada5.
Lebih lanjut lagi, kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh
natur
atau hukum alam (sunah Allah) yang tidak mengalami perubahann.
Al-qur’an memang mengatakan
ولن
تجد لسنة الله تبد يلا6
Bahwa
kaum mu’tazilah menganut paham bahwa tiap-tiap benda mempunya natur
atau hukum alam sendiri.seperti
yang ditulisan
oleh
pemuka-pemuka
mu’tazilah lainnya, seperti:
Al-jahiz,
ia
mengatakan bahwa tiap-tiap benda mempunyai sifat dan natur sendiri
yang menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-masing7.
Lebih tegasnya al-khayyat
menerangkan bahwa tiap benda mempunyai natur tertentu dan tak
menghasilkan sesuatu kecuali efek dari benda itu sendiri. seperti,
api tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali panas, dan es tidak
menghasilkan apa-apa kecuali dingin8.
menurut
mu’ammar,
Efek yang ditimbulkan tiap benda, seperti gerak, diam, warna, rasa,
bau, panas, dingin, basah dan kering, timbul sesuai dengan natur dari
masing-masing benda yang bersangkutan. Sebenarnya efek yang
ditimbulkan tiap
benda bukanlah perbuatan tuhan. Perbuatan tuhan hanyalah menciptakan
benda-benda yang mempunyai natur tertentu9.
Sebagai
penjelasan selanjutnya tentang
paham sunnah allah,
kaum mu’tazilah
mempercayai
pada hukum alam atau sunnah allah dan menganut determinsme. Dan
determinisme ini, mereka artikan sebagai kata nader,
yang maksudnya “suatu keadaan tidak berubah-berubah”, sama dengan
keadaan tuhan dan juga tidak berubah-berubah10.
ada baiknya dibawa ini kita diuraikan tafsir
al-manar.
Yaitu, Segala sesuatu di alam ini berjalan menurut sunnah allah dan
sunnah allah itu dibuat tuhan sedemikian rupa, sehingga sebab dan
musabab di dalamnya mempunyai hubungan yang erat. Bagi tiap sesuatu,
tuhan menciptakan sunnah tertentu. Umpamanya sunnah mengatur hidup
manusia berlainan dengan sunnah yang mengatur hidup tumbuh-tumbuhan.
Bahkan juga ada sunnah yang tidak berubah-berubah untuk mencapai
kemenangan. Jika seseorang mengikuti jalan yang ditentukan sunnah
ini, orang akan mencapai kemenangan, tetapi jika ia menyimpang dari
jalan yang ditentukan sunnah itu ia akan mengalami kekalahan. Adapula
sunnah yang membawa pada kesenangan dan ada pula yang membawa
kesusahan. Keadaan seorang mukmin atau kafir tidak mempunyai pengaruh
pada ini. Sunnah tidak kenal pada pengecualian, sekalipun itu
pengecualian untuk para nabi-nabi. Sunnah tidak berubah-berubah dan
tuhan tidak menghendaki sunnah itu menyelahi natur. Jelas bahwa
sunnah allah tidak mengalami perubahan atas kehendak tuhan sendiri
dan dengan demikian, hal itu merupakan batasan bagi kekuasaan dan
kehendak mutlak
tuhan.
Menurut
al-manar,
tuhan sendiri tidak bersikap absolut seperti halnya dengan raja
absolut yang menjatuhkan hukuman menurut kehendaknya semata-mata.
Keadaan tuhan dalam hal ini lebih dekat menyerupai keadaan raja
konstitional yang kekuasaan dan kehendaknya dibatasi oleh konstitusi.
Yang maksudnya adalah kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan tersebut
mempunyai batasan-batasan.
Abd
al-jabar
menjelaskan bahwa keadilan tuhan mengandung arti tuhan tidak berbuat
baik dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan
kewajiban-kewajibanNYA kapada manusia, dan segala perbuatannya adalah
baik dan juga mempunyai kewaiban-kewajiban yang ditentukan-NYA
sendiri bagi diri-NYA11.
Tuhan
tidak bersifat absolute tetapi konstitusi (ada batasan nya)
Ayat-ayat
Al-qur’an yang dijadikan sandaran dalam memperkuat pendapat
mu’tazilah adalah QS.al-anbya’ (21):47, QS. Yasin (36):54, QS.
Fusshilat (41):46, QS. An-nisa’ (4):40 dan QS. Al-kahfi(18):49.
Dari
uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa semua perbuatan yang
timbul dari tuhan dalam hubungannya dengan hamba-NYA, ditentukan oleh
kebijakan atas dasar kemashalatan. Perbuatan tuhan tidaklah bertujuan
untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan
makhluk-NYA dan perbuatan tuhan itu baik karena tuhan tidak berbuat
zalim terhadap hamba-NYA dengan membebani manusia yang tidak terpikul
dan menyiksa pelaku perbuatan buruk dengan paksaan tanpa memberi
kebebasan terlebih dahulu. Dan konsep menurut mu’tazilah ini
merupakan titik tolak dalam pemikirannya tentang kehendak mutlak
tuhan. Yaitu, keadilan tuhan terletak pada kaharusan dan kewajiban
tuhan dalam berbuat baik pada makhluk-NYA dan memberi kebebasan
kepada manusia, sedangkan kehendak mutlak tuhan dibatasi oleh
keadilan tuhan itu sendiri.
- Aliran asy’ariyyah (tuhan berkuasa mutlak)
Al-ghozali
menerangkan tuhan bwrkuasa mutlak akan hal berbuat, member pahala,
member hokum, memeberi siksa kpd siapa sj yang @ kehendaki termsuk
memasukkan smuanya ke neraka/ sorga
Kaum
asy’ariah ,karena percaya pada kemutlakan kekuasaan
tuhan,berpendapat bahwa perbuatan tuhan tidak mempunyai tujuan.yang
mendorong tuhan untuk berbuat sesuatu, semata-mata adalah kekuasaan
dan kehendak mutlaknya dan bukan karena kepentingan manusia atau
tujuan lain12.mereka
mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang
sebenarnya,yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang
dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya. Dengan
demikian, keadilan tuhan mengandung arti bahwa tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehendak
hatinya13.
Al-ghazali
berpendapat. Tuhan dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-NYA, dapat
memberi hukum menurut kehendak-NYA14,
dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendaki-NYA,
dan dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian
dikehendaki-NYA15.
Justru tidaklah adil jika tuhan tidak dapat berbuat sekehendak
hatiNYA karena DIA adalah penguasa mutlak. Sekiranya tuhan
menghendaki semua makhluknya masuk surga atau neraka semua itu adalah
adil, karena tuhan berbut dan membuat hukum menurut kehendaknya16.
Dalam
menjelaskan kemutlakkan, kekuasaan, dan kehendak tuhan ini,
al-asy’ari menulis dalam
al-ibanah
bahwa tuhan tidak tunduk kepada siapapun, diatas tuhan tidak ada
suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan tidak dapat menentukan
apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat oleh tuhan.
Tuhan bersifat absolut dalam kehendak dan kekuasaannya. Seperti kata
al-dawwani,
tuhan adalah maha pemilik (
al-malik
) yang bersifat absolut dan berbuat apa saja yang dikehendaki-NYA
didalam kerajaan-NYA dan tak ada seorangpun yang dapat mencela
kekuasaan dan perbuatan-NYA17.
sekalipun perbuatan-perbuatan itu oleh akal manusia dipandang
bersifat tidak baik, tidak adil dan tidak masuk akal ( tidak
rasional).
Dalam
hubungan ini al-baghdadi
mengatakan bahwa boleh saja tuhan melarang apa yang telah
diperintahkan-NYA dan memerintahkan apa
yang
telah dilarang-NYA18.
Lebih tegas ia menulis:
“
tuhan bersifat adil dalam segala perbuatannya. Tidak ada suatu
larangan
apapun
bagi tuhan. IA buat
apa saja yang dikehendaki-NYA. Seluruh makhluk adalah
milik-NYA
dan perintah-NYA adalah diatas segala perintah. IA tak bertanggung
jawab tentang perbuatan-perbuatan-NYA kepada siapapun19”.
Kemutlakkan,
kekuasaan dan kehendak tuhan yang digambarkan diatas dapat pula
dilihat dari paham kaum asy’ariah bahwa tuhan dapat meletakkan
beban yang tak terpikul pada diri manusia20,
dan dari keterangan asy’ari sendiri, bahwa sekiranya tuhan
mewahyukan bahwa berdusta adalah baik21.
Bagi kaum
asy’ariah, tuhan memang tidak terikat kepada apapun, tidak terikat
kepada janji-janji, kepada norma-norma keadilan, dan sebagainya.
Ayat-ayat
Al-qur’an yang dijadikan sandaran oleh aliran as’ariyyah untuk
memperkuat pendapatnya adalah QS. Al- buruj (85):16, QS. Yunus
(10):99, QS. As-sajadah (32):13, QS. Al-an’am (6):112,
QS.al-baqoroh (2):253.
Ayat
tersebut difahami Asy’ari sebagai pernyataan tentang kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan. Kehendak mutlak tuhan mesti berlaku. Bila
kehendak tuhan tidak berlaku, itu berarti tuhan lupa, lalai, dan
lemah dalam melaksanakan kehendakNYA, sedangkan sifat itu adalah
sifat yang mustahil ada bagi Allah. Manusia berkehendak setelah tuhan
sendiri menghendaki agar manusia berkehendak. Tanpa dikehendaki oleh
tuhan, maka manusia tidak akan berkehendak apa-apa, ini berarti
kehendak dan kekuasaan tuhan berlaku semutlak-mutlaknya.
Karena
penekanan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, aliran asy’ariah
memberi makna keadilan tuhan dengan pemahaman bahwa tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehandak
hatiNYA. Sehingga ketidakadilan difahami dalam arti tuhan tidak
dapat berbuat sekehendaknya terhadap makhluknya. Dari uraian diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa keadilan tuhan dalam konsep asy’ariyah
terdapat pada kehendak mutlakNYA.
- Aliran maturidiyah
Samarkhand
lebih deks\at dengan mu’tazilah yang menganut faham free will and
free act (bebas berkehandak dan bebas berpendapat)
Bukhara
lebih keras dibanding samarkhand
Dalam
memahami kehendak mutlak dan keadilan tuhan, aliran ini terpisah
menjadi 2, yaitu maturidiyah
Samarkand dan
maturidiyah Bukhara.
Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi
penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak tuhan
.Karena menganut faham
free wiil dan free
act ,serta adanya
batasan bagi kukuasaan mutlak tuhan. Kaum maturidiyah Samarkand
mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mutazilah . tetapi kekuatan
akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak tuhan lebih
kecil dari pada apa yang diberikan aliran mutazilah22
.
Kehendak
mutlak tuhan menurut
maturidiyah samarkhand,
dibatasi oleh keadilan tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala
perbuatanNYA adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk kepada
manusia serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajibanNYA terhadap
manusia. Oleh karena itu tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu
berat kepada manusia dan tidak sewenang-wenang dalam memberikan
hukum, karena tuhan tidak dapat berbuat zalim. Tuhan akan memberikan
upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya23.
Adapun
kaum al-maturidiyah
bukhara’
menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan
berbuat apa saja yang dikehendakiNYA dan menentukan segala-galanya.
Menurut
al-bazdawi,
tuhan dapat
berbuat apa saja yang dikehendakinya dan menentukan segala-galanya
menurut kehendaknya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa
tuhan, dan tidak larangan-larangan terhadap tuhan24.
Dan tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong
untuk menciptakan
kosmos, tuhan berbuat sekehendakNYA sendiri.
Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan tuhan untuk kepentingan
manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan tuhan bukan diletakkan
untuk kepentingan manusia, tetapi pada tuhan pemilik mutlak.
paham maturidiyyah Bukhara ini lebih dekat dengan paham asy’ariyah,
namun paham mereka tentang kekuasaan tuhan tidaklah semutlak paham
al-asy’ariyah.
Maturidiyah
golongan samarkand, tidaklah sekeras golongan bukhara’ dalam
mempertahankan kemutlakan kekuasaan tuhan, tetapi tidak pula
memberikan batasan sebanyak batasan yang diberikan mu’tazilah bagi
kekuasaan mutlak tuhan. Batasan-batasan yang diberikan golongan
samarkand ialah:
- Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada tuhan.
- Keadaan tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
- Menurut al-bayadi , Keadaan-keadaan hukuman tuhan, tak boleh tidak mesti terjadi25.
Dalam
hal ini, tidak perlu kiranya ditegaskan bahwa yang menentukan
batasan-batasan itu bukanlah zat selain dari tuhan, karena diatas
tuhan tidak ada sesuatu zat pun yang lebih berkuasa. Tuhan diatas
segala-galanya. Batasan-batasan itu ditentukan oleh tuhan sendiri dan
dengan kemauannya sendiri pula.
Tuhan/
makhluk memiliki kehendak dan kebebasan sesuai cakupan kekuasaan yang
dimiliki
Tidak
ada argument yang bisa dijadikan patokan/ mendekati kesempurnaan
karena sama2 ada ayat yang mendukung (bisa dikatakan sama benarnya)
Bab
III
Kesimpulan
Dari
pembahasan mengenai kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa secara keilmuan yang membidangi pokok materi
diatas, baik tuhan maupun makhluk ciptaanNYA sama-sama mempunyai
kebebasan dalam mengerjakan apa yang menjadi kehendak masing-masing
sesuai cakupan kekuasaan yang dimilikinya tersebut, namun dalam
menentukan mana diantara arguman yang diungkapkan dalam makalah ini
yang lebih mendekati pada kesempurnaan, maka tidak akan ada yang bisa
menjawabnya secara pembuktian yang kongkret, karena semua itu
merupakan suatu kajian yang tidak bisa diketahui nilainya konkretnya,
sebab kajian ini muncul dari pemikiran manusia yang sejatinya manusia
juga mempunyai banyak kekurangan dengan kemampuan yang terbatas pula.
Namun
pada hakikatnya semua itu merupakan suatu proses untuk menuju
tingkatan manusia yang bisa lebih dekat dengan sang pencipta dengan
memahami atau mempelajari sifat-sifat yang ada pada tuhan dengan
wahyu atau firman yang telah Allah turunkan untuk kemashalatan hidup
manusia.
Diharapkan
dengan dapat mengetahui sifat-sifat yang ada pada sang pencipta,
kita bisa lebih taqorub ilalloh dan selalu bisa mengarjakan kebaikan
agar bisa mencapai pada tingktan ma’rifat terhadap sang kholiq.
1
Harun nasution, teologi islam: aliran-aliran sejarah analisa
perbandingan. Jakarta: UI prees.1974.hal 118
2
Asy-Syahrastani. Al-minal wa an- nihal. Dar al-fikr. Hal 47
3
LE systeme philosophique des mu’tazilah, (selanjutnya disebut LE
systeme)
4
Infra, 117
5
Infra 122
6
Al-ahzab (33):62. “tidak akan engkau jumpai perubahan pada sunnah
Allah”
7
Al-milal, I/75
8
Le systeme, 145
9
Maqalat, II/90
10
Le systeme, 193
11
yusuf, op. cit. hal 85
12
Nasution, op. cit. hal 123
13
Ibid, hal 125
14
Al- ‘iqtisad, 184
15
‘Ibid , 165. 125=126
16
Nasution, op, cit, hal
17
‘abduh , 546
18
Usul al-din, 213
19
‘Ibid ,82
20
Lihat umpamanya al-milal, I/135 dan al-‘iqtisad, 160
21
Supra, 81
22
Nasution. Op. cit. hal. 124
23
Ibid. hal 124-125
24
Usul al-din, 130
25
Isyarat, 159
Label:
aliran-aliran teologi islam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya. makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai mana yang telah di sebutkan dalam ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
Blog Archive
-
2012
(23)
- Juni(6)
-
April(17)
- penyebutan manusia dalam Al-Qur'an
- landasan hukum pendidikan
- makalah teologi islam; aliran mu'tazilah
- makalah teologi islam; kehendak mutlak tuhan
- makalah Filosofi Tarbiyah Ulul Albab; logo uin malang
- makalah ilmu alamiah dasar (iad); besi
- bahasa indonesia; surat lamaran pekerjaan
- bahasa indonesia; wacana
- TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH; bahasa indonesia
- sistematika penulisan karya ilmiah
- proposal
- makalah bahasa indonesia; berbahasa lisan
- makalah bahasa indonesia; siroh nabi sulaiman dala...
- makalah teori belajar; teori kognitivistik
- makalah strategi pembelajaran; tahapan-tahapan dal...
- makalah fiqih ; memahami pemecahan masalah-masalah...
- makalah akidah akhlaq ; zuhud dan tawakal
- 2011 (3)
0 komentar:
Posting Komentar