Minggu, 03 Juni 2012
Browse » Home »
Shaf dalam Shalat Berjamaah
» Fiqh 1 Bab Shaf dalam Shalat Berjamaah
Fiqh 1 Bab Shaf dalam Shalat Berjamaah
18.56 | Diposting oleh
eko aw |
Edit Entri
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber referensi dan harap menuliskan komentarnya. ketentuan hak cipta berlaku
Dalam sebuah hadis dari Bara’ bin Azib Ra., dia telah berkata: “Rasulullah biasa meneliti celah-celah shaf dari satu sisi ke sisi lainnya. Beliau mengusap dada-dada dan bahu-bahu kami seraya bersabda: “Janganlah kamu berselisih karena hal itu dapat menyebabkan hati kamu berselisih juga. Dan beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla dan para malaikat-Nya memberikan rahmat kepada shaf-shaf yang paling depan” (HR. Imam Abu Dawud).
Dari keterangan hadis di atas teranglah bagi kita bahwa merapikan shaf itu dengan merapatkan bahu, yakni menghilangkan celah-celah antara bahu dengan bahu, sehingga rapat satu dengan yang lainnya seumpama tembok yang kokoh.
SHAF DALAM SHALAT BERJAMAAH
- Pengertian shaf
Shaf,
adalah barisan kaum muslimin dalam sholat berjamaah. Salah satu
kesempurnaan sholat berjama’ah adalah tergantung pada kesempurnaan
shaf. Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat
menganjurkan serta menjaga kerapian dan kesempurnaan shaf. Sedemikian
pentingnya hal ini sehingga beliau tidak akan memulai sholat jama’ah
jika shaf-shaf para shahabat Radhiyallahu ‘Anhu belum tersusun rapi
terlebih dahulu.
Dalam sebuah hadis dari Bara’ bin Azib Ra., dia telah berkata: “Rasulullah biasa meneliti celah-celah shaf dari satu sisi ke sisi lainnya. Beliau mengusap dada-dada dan bahu-bahu kami seraya bersabda: “Janganlah kamu berselisih karena hal itu dapat menyebabkan hati kamu berselisih juga. Dan beliau bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla dan para malaikat-Nya memberikan rahmat kepada shaf-shaf yang paling depan” (HR. Imam Abu Dawud).
Dari keterangan hadis di atas teranglah bagi kita bahwa merapikan shaf itu dengan merapatkan bahu, yakni menghilangkan celah-celah antara bahu dengan bahu, sehingga rapat satu dengan yang lainnya seumpama tembok yang kokoh.
Hari
ini, ada segelintir umat Islam yang berfaham bahwa merapikan shaf
adalah dengan merapatkan kaki-kaki, dan bukan bahu. Untuk itu, mereka
mengangkangkan kaki-kaki mereka lebar-lebar agar mata kaki mereka
merapat satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak pernah diajarkan nabi
kepada kita. Tidak ada dikatakan di dalam hadis bahwa sebelum memulai
sholat berjama’ah, nabi memeriksa shaf-shaf seraya mengusap-usap
tumit dan mata kaki para shahabat. Tetapi yang ada di dalam
hadis-hadis adalah nabi mengusap dan meratakan bahu serta dada para
shahabat, bukan tumit dan bukan pula mata kaki!
Dalam
kenyataannya, jika posisi kaki yang dilebarkan, kemudian dirapatkan
antara sesama mata kaki, maka menjadi rengganglah bahu-bahu para
jama’ah antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian menjadi
berselisihlah para individu yang ada dalam shaf-shaf itu satu dengan
lainnya. Hal ini justru sangat dilarang oleh nabi Muhammad junjungan
kita itu.
Dalam satu hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf kamu dan sejajarkanlah bahu-bahu kamu, bersikap lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kamu, serta rapatkanlah celah-celah yang kosong, karena sesungguhnya syaitan menyusup di antara kamu seperti seekor anak kambing kecil” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Dalam satu hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf kamu dan sejajarkanlah bahu-bahu kamu, bersikap lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kamu, serta rapatkanlah celah-celah yang kosong, karena sesungguhnya syaitan menyusup di antara kamu seperti seekor anak kambing kecil” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Keterangan
hadis di atas sangat nyata bagi kita bahwa menyempurnakan shaf adalah
dengan meluruskan dan merapatkan bahu serta menutup celah-celah yang
terbuka. Para ulama mengajarkan kepada kita agar shaf menjadi rapat
dan sempurna, maka kaki tidak boleh dibuka lebar-lebar, karena dapat
menyebabkan renggangnya bahu. Yang paling baik adalah dengan membuka
kaki sekitar satu jengkal saja. Dengan demikian lebar kaki akan
sejajar dengan lebar bahu, sehingga dengan demikian menjadi rapatlah
kaki-kaki jama'ah sebagaimana rapatnya bahu-bahu mereka.
Imam
‘Aini dalam kitabnya Sarah Sunan Abu Dawud, Jilid III, halaman 217,
menjelaskan sabda nabi: “Bersikap lemah lembutlah terhadap
tangan-tangan saudara kamu”. Maksudnya adalah bila seseorang datang
dan masuk ke dalam shaf sebaiknya masing-masing orang melembutkan dan
melenturkan kedua bahunya sehingga orang yang baru masuk ke dalam
shaf tersebut dapat dengan mudah dan nyaman mengikuti sholat
berjama'ah.
Keterangan
di atas membuktikan bahwa sholat berjama'ah itu dilakukan dengan
lembut dan lentur tidak berdiri kokoh kaku dan tegap seperti robot
besi. Perilaku sholat seperti ini buruk adanya. Dan, tidak dapat
dipungkiri bahwa akhir-akhir ini sudah terlihat banyak juga orang
yang sholat seperti robot itu, tegak, kaku, keras dengan kaki
mengangkang lebar. Semoga Allah menunjuki mereka……. Amin…….!
Selanjutnya,
ada banyak hadis nabi yang memerintahkan kita untuk merebut shaf
pertama karena besarnya rahmat Allah yang tercurah pada shaf pertama
dalam sholat berjama'ah. Di antaranya hadis dari Irbath bin Syariah
Radhiyallahu ‘Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam biasa berdoa memohonkan ampun untuk shaf pertama sebanyak
tiga kali, dan untuk shaf kedua, beliau memohonkan ampun sebanyak
satu kali saja(HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Thabrani).
Dalam
hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik shaf bagi
laki-laki adalah shaf yang pertama dan shaf yang terburuk bagi
laki-laki adalah yang terakhir, sedangkan bagi perempuan shaf yang
terbaik adalah shaf yang terakhir, dan yang paling buruk bagi
perempuan adalah shaf yang pertama.” (H.R. Muslim, Bab Meluruskan
Shaf, nomor 985).
Dalam
sholat berjamaah sangat penting untuk menjaga agar shaf tidak
terputus. Dengan demikian jika ada celah yang merenggang ketika
sholat berjama’ah sedang berlangsung, disunnahkan bagi kita untuk
bergeser sedikit untuk merapatkan shaf yang merenggang itu. Bergeser
merapatkan shaf adalah mengarah ke tengah tempat imam berdiri. Orang
yang melakukan amalan untuk menutup celah yang muncul saat shalat
berjama'ah akan diberi pahala dan diberi rahmat kepada Allah
Subhanahu Wata’ala, sesuai dengan sabda nabi: “Barangsiapa
mengisi celah dalam shaf sholat berjama'ah, maka diampuni Allah
dosa-dosanya”. (HR. Al Bazar, Hasan Shohih, Majmu’ Azzawaid,
Jilid II, Halaman 251).
Dalam
hadis yang lain Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menyambung shaf
maka Allah akan menyambung hubungan kasih sayang kepadanya dan
barangsiapa memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskan hubungan
dengannya” (HR. Abu Dawud)
\Di
dalam hadis lain lagi dari Abdullah bin Umar dia berkata Rasulullah
telah bersabda: “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang
paling lembut bahunya dalam sholat berjamaah. Dan tidak ada langkah
yang lebih besar pahalanya dari pada langkah yang diayunkan seorang
lelaki menuju celah yang terdapat pada sebuah shaf, kemudian orang
itu menutup celah tersebut” (HR. Al Bazar dan Thabrani, Hasan)
Hadis
di atas menjelaskan betapa dalam sholat berjama'ah umat Islam
diperintahkan oleh nabi untuk melembutkan bahunya, bukan sebaliknya
malah mengeraskan bahu dan mengokohkan kaki lebar-lebar seperti robot
besi yang kaku. Hadis di atas juga menjelaskan boleh melangkah
sedikit untuk menutup celah yang muncul dalam shaf sholat berjamaah.
Imam Syafi’i masih mengizinkan menggerakkan anggota tubuh yang
besar asal jangan sampai tiga kali berturut-turut. Menggerakkan
dengan sengaja anggota tubuh yang besar tiga kali berturut-turut
dapat membatalkan sholat.
Adapun
orang yang batal wudhu’ dan sholatnya karena berhadas kecil ketika
sedang mengerjakan sholat berjamaah, disunatkan duduk pada tempat
sholatnya dan tidak menerjang shaf-shaf kaum muslimin, yang sedang
berjama’ah bersamanya. Orang itu tidak dihitung memutuskan shaf
walau terhenti dari sholatnya dan duduk di tempat sholatnya itu,
sementara jama’ah lain terus menyelesaikan sholat mereka. Alam hal
ini, seolah-olah orang yang batal sholatnya itu dianggap sebagai
tiang dalam masjid tersebut. Bagaimanapun seorang muslim yang
berhadas kecil tidaklah najis keberadaannya.
Selanjutnya
jika sholat berjama'ah telah selesai dilaksanakan, maka orang yang
berhadas itu dapat segera berwudhu’ lagi, untuk kemudian mengulangi
sholatnya yang batal tadi secara sendirian. Adapun pahala yang akan
diterimanya tetap sebesar 27 derajat karena dia dianggap tetap dalam
jamaah, walaupun pada kenyataannya dia terluput dari sholat
jama'ahnya sebab hadas kecil yang menerpa dirinya itu. Hal ini telah
pun ditegaskan oleh nabi dalam beberapa hadis yang shohih.
- Menyempurnakan shaf mencakup beberapa hal, diantaranya :
1.Menyempurnakan
shaf yang paling depan terlebih dahulu kemudian shaf berikutnya dan
seterusnya.
2.Meluruskan
shaf yang tidak diperbolehkan bagi setiap makmum untuk lebih maju
atau lebih mundur dibanding makmum lainnya.
3
Merapatkan shaf dengan merapatkan pundak dan mata kaki makmum dengan
pundak dan mata kaki makmum lainnya.
4.Mendekatkan
setiap barisan shaf dengan barisan shaf yang ada di depannya sejarak
sujudnya seseorang dengan sempurna
Beberapa
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyebutkan perintah
dan keutamaan menyempurnakan shaf. Di sisi lain, juga menyebutkan
larangan dan ancaman terhadap orang yang mengabaikan shaf dalam
shalat berjamaah. Demikian pula, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam menerangkan tata cara (kaifiyat) shaf dalam shalat
berjamaah. Sungguh, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi kita,
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
- Perintah dan Keutamaan Menyempurnakan Shaf
1.Hadits
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam bersabda (artinya):
“Luruskan
shaf- shaf kalian karena meluruskan shaf itu termasuk dari menegakkan
shalat.”
[H.R Al Bukhari].
[H.R Al Bukhari].
2.Hadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda (artinya):“…dan
tegakkanlah shaf dalam shalat kalian karena menegakkan shaf itu
termasuk dari kebaikan shalat.”
[H.R Al Bukhari dan Muslim].
Dua
hadits tersebut menyebutkan tentang perintah sedangkan hukum asal
perintah Allah atau Rasul-Nya adalah wajib. Wallahu a’lam
3.Hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda (artinya):“Sesungguhnya
Allah dan para malaikat bershalawat untuk orang- orang yang
menyambung shaf dan barangsiapa menutup celah pada shaf (shalat) maka
Allah akan angkat derajat orang tersebut.”
[H.R Ibnu Majah dan asy-Syaikh Al Albani menshahihkannya dengan
beberapa riwayat pendukung lainnya di dalam ash-Shahihah 2532].
Makna
shalawat dari Allah adalah pujian Allah terhadap hamba-Nya di hadapan
para malaikat. Sedangkan shalawat dari malaikat adalah permohonan
ampunan dan rahmat dari para malaikat kepada Allah untuk hamba
tersebut.
4.Hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda (artinya):“Barangsiapa
menutup celah pada shaf (shalat) maka Allah akan membuatkan rumah
baginya di surga dan Allah akan angkat derajatnya.”
[Ash-Shahihah 1892].
5.Hadits
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah
Shallallahu ‘aalihi Wasallam bersabda (artinya): “…dan
tidaklah ada sebuah langkah kaki yang lebih besar pahalanya daripada
langkah kaki seseorang menuju celah pada shaf (shalat) lalu ia
menutupnya.”
[Ash-Shahihah 2533].
Subhanallah
!
Keutamaan- keutamaan yang sangat agung dan tidak dapat dibandingkan
dengan harta sebanyak apa pun yang kita miliki, untuk sebuah amal
shalih yang sangat mudah kita lakukan. Semoga keimanan mendorong kita
untuk melakukannya dengan ijin Allah.
- Larangan dan Ancaman Bila Tidak Menyempurnakan Shaf.
1.Hadits
‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari radhiyallahu ‘anhu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya): “Luruskanlah
(shaf) kalian dan janganlah kalian saling menyimpang, niscaya kalbu
kalian akan saling menyimpang pula..”
[H.R Muslim].
Sungguh
! Penyimpangan di dalam bentuk tidak rapat atau tidak lurusnya shaf
akan menimbulkan penyimpangan dalam kalbu orang yang melakukan
penyimpangan tersebut.
2.Hadits
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam bersabda (artinya): “Barangsiapa
menyambung shaf maka Allah akan menyambung (kebaikan) nya dan
barangsiapa memutuskan shaf maka Allah ‘Azza wa Jalla akan memutus
(kebaikan) nya.”
H.R An-Nasa’i. Lihat Abu Dawud dan dishahihkan asy-Syaikh Al
Albani].
Ancaman
yang disebutkan dua hadits di atas ini sangat jelas menunjukkan bahwa
tidak menyempurnakan shaf dalam bentuk tidak merapatkan atau
meluruskan shaf adalah perkara yang diharamkan, dapat mengurangi
kesempurnaan shalat. Wallahul Musta’an !
- FaedahDari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mendatangi kota Madinah lalu ditanya:“Apa yang anda ingkari dari amalan kami sejak hari anda masih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam ?” Maka Anas menjawab :”Tidaklah aku mengingkari sesuatu pun melainkan kalian sudah tidak menegakkan shaf- shaf (shalat).”
[Al Bukhari]
Apabila
pengingkaran itu telah terjadi di masa para tabi’in, tidak lama
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, lalu bagaimana
jika Anas melihat secara langsung sebagian manusia yang tidak
menyempurnakan shaf di masa sekarang ?!
Seorang
Imam Dituntut Untuk Mengingatkan/ Meminta Para Makmum Agar
Menyempurnakan Shaf
An
Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Dahulu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam meluruskan shaf- shaf kami,
seakan- akan beliau meluruskan anak- anak panah, sampai beliau
melihat kami telah mengerti maksud beliau. Lalu pada suatu hari,
beliau keluar memimpin shalat dan berdiri bertakbir. Ternyata, beliau
melihat seseorang yang dadanya lebih maju melebihi barisan shaf. Maka
beliau menegur (artinya): “Wahai hamba-hamba Allah ! Demi Allah,
hendaknya kalian benar- benar meluruskan shaf- shaf kalian atau (bila
tidak) Allah akan memalingkan wajah- wajah kalian.” [H.R Muslim].
Demikianlah,
suri tauladan kita memberikan contoh berupa kepedulian seorang imam
terhadap shaf para makmumnya sebelum shalat dimulai.
- Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Membuat shaf Shalat
1.Hendaknya
seseorang tidak membuat shaf baru kecuali setelah shaf yang ada di
depannya telah sempurna dan tidak memungkinkan untuk ditempati.
Apabila
shaf di depannya belum sempurna dan memungkinkan untuk ia tempati,
namun ternyata ia membuat shaf baru dalam keadaan sendirian (tidak
ada makmum lain bersama dirinya) lalu shalat sampai imam bangun dari
ruku’, maka shalatnya tidak sah.
Dari Wabishah bin Ma’bad Al Asadi radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang pernah shalat di belakang shaf sendirian. Lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam meminta orang tersebut untuk mengulangi shalatnya. [H.R At Tirmidzi yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani].
Dari Wabishah bin Ma’bad Al Asadi radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang pernah shalat di belakang shaf sendirian. Lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam meminta orang tersebut untuk mengulangi shalatnya. [H.R At Tirmidzi yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani].
2.Apabila
seseorang ingin bermakmum dengan seorang imam dalam keadaan tidak ada
makmum selain dirinya, maka hendaknya dia berdiri sejajar di samping
kanan imam, tidak lebih mundur walaupun sejengkal.
Dari
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata: “Aku pernah
menghampiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam di akhir malam,
lalu aku shalat di belakang beliau. Ternyata beliau memegang tanganku
ke belakang dan memposisikan aku di samping beliau…”[Ash
Shahihah 606, 2590 dan ash-Shahihul Musnad 601].Di
dalam riwayat lain: Abdullah bin Abbas,berkata:
”…lalu
aku datang dan berdiri di samping kiri beliau.Ternyata beliau menarik
aku ke belakang dan memposisikan aku di sebelah kanan beliau…”
[H.R
Muslim]
Namun
cara seperti itu hanya berlaku bagi makmum pria. Adapun makmum wanita
maka dirinya mutlak berdiri di belakang imam sekali pun sendirian.
3.Apabila
makmum tunggal ini didatangi makmum kedua (pria , bukan wanita), maka
kedua makmum ini mundur untuk berdiri di belakang imam.
Dari
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,berkata: “…lalu aku
datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam.Ternyata beliau memegang tanganku ke belakang dan
memposisikan aku di sebelah kanan beliau. Kemudian Jabbar bin Shakhr
datang berwudhu lalu berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam memegang tangan kami dan memposisikan kami di belakang
beliau…” [H.R
Muslim]
4.Tidak
diperkenankan bagi makmum untuk membuat shaf memanjang diantara
tiang- tiang masjid karena dapat menyebabkan shafnya terputus.
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ”Kami dahulu menghindari
ini (tiang- tiang masjid-pen) di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam.” [Abu
Dawud yang dishahihkan asy-Syaikh Al Albani dan asy-Syaikh Muqbil].
Al
Imam Malik rahimahullah berkata: “Tidak mengapa membuat shaf- shaf
memanjang diantara tiang- tiang masjid apabila masjid tersebut
sempit.”
Label:
Shaf dalam Shalat Berjamaah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya. makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2011 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai mana yang telah di sebutkan dalam ...
-
*Hak cipta 2012 oleh Eko Andri Wijaya makalah ini bebas untuk dibagikan kepada siapapun secara gratis, namun harus dijadikan sebagai sumber ...
2 komentar:
izin share admin eko. jazakallah.
izin share admin eko. Jazakallah
Posting Komentar